Suatu hari ada seorang ahli Taurat (ahli kitab Yahudi) datang kepada Yesus dan bertanya kepada-Nya: di antara ratusan hukum yang tercatat di dalam Firman Tuhan, hukum manakah yang paling utama? Yesus menjawab,
Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.
Markus 12:30-31 (TB)
Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.”
Mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan, dan mengasihi sesama seperti kita mengasihi diri sendiri dikenal sebagai The Greatest Commandments di dalam agama Kristen. Kedua perintah ini (mengasihi Allah dan mengasihi sesama) merupakan pusat dan rangkuman dari seluruh pengajaran Alkitab.
Pertama kali saya mulai ‘ngeh’ dan memikirkan tentang perintah yang kedua yaitu perintah mengasihi sesama seperti dirimu sendiri, saya pun jadi mencari-cari, apa sih artinya kalimat tersebut? Yang mana yang harus dilakukan duluan, mengasihi diri sendiri – baru mengasihi sesama? Atau mengasihi sesama terlebih dahulu baru mengasihi diri sendiri? Lalu apa sih artinya mengasihi diri sendiri alias self-love ini?
Tema Tantangan Menulis dari KLIP di bulan Februari yang katanya adalah bulan cinta ini membuat saya kembali bertanya-tanya. Tulislah tentang ‘Self-Love’, katanya. Dan inilah arti Self-Love buat saya.
Self-love #1: mengenal darimana asalmu
Table of Contents
Kalau kita bicara tentang self-love, yang harus kita lakukan pertama kali adalah mengenal seberapa berharganya dirimu. Bagaimana seseorang mengenal value dirinya ini bervariasi bagi banyak orang, tapi buat saya pribadi, you can only know how much your worth by knowing where did you come.
Saya datang dari mana? Saya lahir dari keluarga yang penuh kasih, dari seorang bapak yang hatinya lembut dan ibu yang jiwanya tegar. Di antara sejuta kisah manusia, saya sangat beruntung diberikan Tuhan lahir sebagai anak mereka. Saya memiliki suami yang baik, anak-anak yang lucu. Kami hidup layak, tidak berlebihan tapi tidak pernah sampai harus tidur dengan perut lapar. Tapi siapakah saya dan berapakah harga saya?
Apakah semua hal di atas menentukan berapa berharganya seorang Irene? Atau pendidikan saya yang dulu sempat bersekolah di kota bunga, atau pekerjaan saya sebagai ibu rumah tangga? Atau berapa banyak uang di rekening kami, atau apa merk tas yang ada di lemari?
Semakin saya menua (ya, saya sudah mulai tua hehe), saya belajar bahwa semuanya itu bukanlah faktor penentu siapa saya dan berapa penting diri saya. Saya belajar, dan semakin menyadari bahwa saya ada sebagaimana saya ada, sebagai seseorang yang diciptakan Allah.
Sang Pencipta sendiri yang membentuk dan merajut saya di kandungan ibu lebih dari empat puluh tahun yang lalu. Dia yang memilihkan rambut yang gak lurus tapi juga nggak keriting, Dia yang memberikan satu titik tahi lalat di atas bibir saya sebagai penanda kalau-kalau saya hilang dan sebagai warning buat yang baru pertama kali ketemu kalau saya perempuan yang banyak bicara. Dia yang memberikan saya segala sifat, karakter, ciri-ciri dan segala penampakan yang terjalin dengan rapi di dalam spiral-spiral DNA saya.
Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku.
Mazmur 139:13-14 (TB)
Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya.
Bagaimana saya terbentuk, dan bagaimana teman-teman ‘terjadi’ di dunia ini tidak kebetulan. Kita diciptakan dengan khusus, costum-made by the mighty Hands of God! Jadi, jurus self-love pertama? Kita ini Edisi Khusus, diciptakan langsung oleh Sang Pencipta!
Self-love #2: mengetahui berapa hargamu
Edisi khusus dan diciptakan oleh Tuhan! Wah itu udah bikin harga kita melambung-lambung dong ya. Kita ini bukan barang pasaran, bukan produk apkiran. (Catatan menurut KBBI: Apkiran adalah (barang) yang sudah tidak dapat dipakai. Contoh: Sebagian kayu apkiran masih dapat dimanfaatkan.)
Tapi tidak berhenti di situ, ada hal lain yang membuat saya lebih berharga. Orang-orang jaman dahulu suka menilai harga perempuan dari harga mahar yang diterimanya pada waktu dia menikah. Oh, dia maharnya tiga kerbau! Oh, kalau yang itu maharnya sawah tiga hektar! Kalau jaman sekarang mungkin yang heboh adalah mahar artis cantik Syahrono dengan mahar 40 miliar rupiah. Harga yang membuat perempuan-perempuan lain merasa jadi kaleng-kaleng saja karena tidak mungkin mendapatkan mahar sebanyak itu.
Berapa besar seseorang mencintai kita bisa dan sering dijadikan acuan untuk mengukur harga diri seseorang. Mungkin tidak terbatas dari urusan mahar, tapi mungkin berapa keras mantan calon suami berjuang untuk bisa menikahi kita. Atau berapa keras orangtua berjuang untuk membesarkan dan menyekolahkan kita.
Atau kalau kita anti-mainstream, kita bisa bilang berapa berharganya kita dengan mengukur bagaimana kita mengusahakan kemajuan hidup kita sendiri! Aku lho udah capek sekolah sampai jauh, udah ikut kursus kepribadian di John Robert Power, udah pernah kerja di manca negara!
Semuanya benar dan tidak salah. Tapi masih kurang tepat. Alkitab berkata:
“Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.”
Yohanes 15:13 (TB)
Kalau ada ‘mahar’ yang paling mahal, itu adalah harga yang diberikan oleh Tuhan Yesus untuk saya. Untuk menyelamatkan saya dari status saya sebagai orang yang sudah berdosa dan jauh dari Allah, Dia rela memberikan nyawa-Nya sebagai ganti nyawa saya.
Saya, orang yang berdosa yang harusnya menerima hukuman kematian yang kekal, tidak perlu menjalani hukuman yang mengerikan itu lagi karena Ia sudah melakukannya untuk saya! Saya yang tadinya adalah orang yang terikat di dalam dosa, sudah Dia bayar lunas supaya bisa menjadi orang yang merdeka.
Jurus self-love yang kedua? Mengetahui bahwa kita dibebaskan dari dosa oleh Yesus sendiri. Dia tidak menyayangkan nyawa-Nya untuk menebus kita. That’s how much I’m worth!
Self-love #3: membalas cinta Tuhan dengan mengasihi Dia
Ada cerita tentang seorang perempuan yang ‘biasa-biasa’ saja, tetapi dilamar oleh seorang pemuda anak kepala desa. Si pemuda ini membayarkan mahar yang mahal – entah berapa ekor sapi dan berapa hektar tanah, sebuah harga yang tidak wajar apalagi untuk seorang perempuan yang tidak istimewa.
Setelah menikah, orang-orang mulai melihat perempuan ini dengan mata yang berbeda. Dia terlihat semakin cantik, semakin menarik, anggun dan membuat orang-orang kagum. Kok bisa ya orang yang tadinya ‘buruk rupa’ berubah menjadi begitu sempurna? Konon, dicintai dengan begitu besar oleh sang suami telah membuat perempuan ini berubah. Itulah mengapa katanya, kalau mau istrinya terus cantik, suami perlu melimpahi sang istri dengan cinta.
Lepas dari apakah suami saya melimpahi saya dengan cinta seperti cerita di atas, saya sudah mengalami Cinta Tuhan yang begitu besar dan melimpah mengatasi segala cinta yang bisa saya dapatkan di dunia ini. Seperti perempuan di atas, Kasih-Nya memenuhi saya dan membuat saya semakin berharga.
Kasih Tuhan buat saya bukanlah kasih yang saya usahakan. Dia tidak mencintai saya karena saya baik, karena saya sering berdoa, karena saya nggak pernah bohong, atau karena saya bekerja keras. Dia juga tidak mencintai saya karena saya sering menolong orang yang kemalangan, atau karena saya sering membaca Firman-Nya. None of the above, His Love for me was granted as a free gift! He loves me just because! Just because I was His creation, just because I am one of His own!
Kalau udah begini, dicintai sepenuh hati oleh Seseorang, apalagi yang bisa kita lakukan selain membalas cinta-Nya? Orang yang menyadari betapa besar kasih Allah kepadanya akan otomatis memiliki dorongan untuk membalas kasih-Nya. Mempelajari dan merenungkan Firman-Nya, meluangkan waktu untuk duduk sendiri dan menikmati percakapan dengan Dia di dalam doa, berjalan kaki di luar dan melihat langit dan mengetahui betapa luas dan tingginya Kasih-Nya kepada kita – ini semua dan masih banyak lagi adalah cara kita dapat mengasihi Allah.
Mengasihi Allah dengan hati, dan dengan segenap jiwa, dan dengan segenap akal budi, dan dengan segenap kekuatan, itulah jurus self-love yang ke-tiga. Loving God with all you have, that’s the best thing you can do in loving yourself! Nothing can surpass that action!
Self-love #4: mencintai mereka, sesama kita
Kalau seseorang sudah tahu dari mana dia datang, berapa harga yang dibayar untuk menebus dia dari dosa, dan sudah merasa betapa dia berharga dan betapa dia dicintai – otomatis dia pun akan mengasihi sesamanya. Seperti pundi-pundi atau botol yang penuh diisi oleh cinta, cinta yang meluber ke luar ini adalah cinta yang bisa kita berikan untuk orang-orang di sekitar kita.
Tidak perlu terlalu pusing dengan bagaimana cara mengasihi diri sendiri. Kalau kita sudah melakukan perintah yang pertama untuk mengasihi Allah dengan segenap hati, segenap jiwa, akal budi, dengan segenap kekuatan – saya percaya botol hati kita sudah begitu penuhnya sampai kita tidak perlu lagi untuk mencari-cari cinta di tempat lain.
Dan mengetahui betapa berharganya saya di mata Tuhan – sama seperti itulah betapa berharganya orang lain di hadapan Tuhan dan di hadapan saya. Karena kita sudah merasakan betapa Tuhan mencintai kita, kita juga dimampukan untuk mencintai orang lain sebagaimana diri kita sendiri.
Saya tertarik mendengar pembahasan komunitas Ibu Profesional soal seorang perempuan harus merdeka. Dalam hal mengasihi orang lain di sini, kita tidak mengasihi orang lain hanya karena diwajibkan di dalam perintah agama. Tidak sama sekali! Kita menjadi mampu mengasihi orang lain justru karena kita sudah menerima kemerdekaan dari Tuhan untuk menjadi seseorang yang mampu menerima seluruh kasih-Nya.
Jadi, jurus self-love ke-empat bukanlah sebuah jurus, melainkan sebuah indikasi. Kalau self-love nomor satu sampai tiga sudah lengkap, pasti deh kita mampu untuk mengasihi sesama seperti diri sendiri. Karena kita dikasihi Tuhan secara sempurna, dan kasihNya harus kita bagikan kepada semua! ❤