
Setelah belasan purnama, akhirnya blog ini diisi kembali. Setelah menjalani kehidupan sebagai mahasiswa selama hampir dua tahun, Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog inilah yang berhasil memaksa saya menulis kembali.

Tema pertama di dalam Tantangan Ngeblog MGN tahun 2025 ini adalah ‘Kebiasaan atau Rutinitas’. Mungkin ada hubungannya dengan kenyataan kalau tahun 2025 baru saja, dan kita semua masih hangat-hangatnya membangun kebiasaan-kebiasaan baru sebagai bagian dari resolusi tahun baru. Atau justru karena tidak terasa, tahun 2025 sudah 6 minggu berlalu, dan semangat untuk menjaga komitmen itu sudah mulai pudar.
Yang jelas, tahun baru atau tidak, sebagai manusia kita pasti punya kebiasaan-kebiasaan, yang entah baik atau buruk, sudah terbentuk dan memberikan warna tertentu dalam hidup. Dan sebagaimana kata pepatah, ‘di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung’ – ternyata kebiasaan ini erat sekali hubungannya dengan lokasi geografis kita. Sebagai seorang Indonesia asli yang hidupnya sedang nyangkut di Eropa, saya bagikan beberapa kebiasaan orang Belanda yang saya dan keluarga adopsi selama tinggal di sini:
- Tepat waktu
Satu kebiasaan orang Belanda: mereka sangat tepat waktu, dan sangat saklek sampai ke menit-menitnya. Kalau kita punya janji jam 9 pagi, mereka akan muncul di depan pintu dan menekan bel tepat jam 9 pagi! Hal ini saya amati waktu anak-anak lahir dan kami dibantu oleh suster yang datang ke rumah untuk mengurus bayi. Mereka tidak pernah datang terlambat, tidak juga terlalu cepat, dan juga pulang persis di jam yang sudah ditentukan. Kalau ada sesuatu yang membuat mereka akan terlambat, mereka pasti menghubungi kita, karena bagi mereka tepat waktu adalah cara menghargai orang lain.
2. Lugas dan tegas
‘Being direct’ – lugas dan tidak berbelit di dalam menyatakan sesuatu. Orang Belanda beranggapan bahwa bicara dengan lugas akan memastikan komunikasih berjalan dengan lancar dan efektif. Buat apa menghabiskan waktu untuk menduga-duga apa yang dipikirkan orang lain? Kalau ada sesuatu, sampaikan dengan jelas!
3. Bawa bekal
Membawa bekal atau makan di luar – kalau di Indonesia, pasti pilihan kedua yang dipilih hampir semua orang. Tapi makan di luar di sini luar biasa mahalnya. Jadi kalau saya dan keluarga sedang jalan-jalan, kami biasa membawa bekal. Tadinya sih malu juga ya, kok udah cakep-cakep habis berpose di Amsterdam tapi pas makan siang duduk-duduk di bangku sambil ngeluarin roti yang dibawa dari rumah? Tapi lama-lama, melihat orang-orang lokal juga cuek aja makan bekal mereka, akhirnya jadi biasa saja. Belakangan malah saya benar-benar mengikuti cara mereka: kalau nggak sempat ngoles roti di rumah, bawa saja roti dan semua mentega/selainya untuk dioles di tempat.😅

4. Membuat janji
Kebiasaan ini sepertinya sudah menjadi kebiasaan yang universal ya, tapi saya masih ingat waktu saya kecil dulu, ada saat-saat di mana rumah orangtua saya kedatangan tamu secara tiba-tiba. Entah tetangga, atau sanak keluarga. Di sini, datang tiba-tiba tanpa membuat janji lebih dahulu adalah big no no. Bahkan di antara orang tua dan anak (yang sudah dewasa), adalah sopan untuk lebih dahulu menelepon untuk bertanya kapan waktu yang baik untuk berkunjung. Ini termasuk di saat-saat special seperti kelahiran anak. Orang Belanda yang punya bayi baru lahir akan mengirimkan kartu pengumuman tentang kelahiran anak mereka, dan tak lupa mencantumkan pesan: harap hubungi nomor 06xxxxxxxx bila ingin berkunjung.

5. Belanja mingguan dan menyimpan stok
Sampai kira-kira 10 tahun lalu, supermarket di Belanda hanya buka di hari Senin sampai Sabtu, jam 9 pagi sampai jam 5 sore. Alhasil, untuk ibu-ibu yang butuh para suami untuk ikut belanja (supaya bisa dibantuin ngangkat belanjaan), belanja hanya bisa dilakukan di hari Sabtu saja, karena di hari kerja belum sempat sang suami sampai di rumah, supermarket sudah tutup semua.
Hal ini membuat orang Belanda punya kebiasaan menyetok makanan dan kebutuhan sehari-hari di gudang. Plus, supermarket di sini biasanya menawarkan diskon mingguan yang berbeda-beda. Jadi misalnya kalau minggu ini daging sapi yang diskon, mereka akan beli daging sapi langsung 5 kilo. Kalau shampoo atau deterjen minggu depan lagi diskon, mereka akan beli langsung 4 atau 5 bungkus sekaligus. Dengan begini kita bisa menghemat uang belanja.
6. Memandang mata lawan bicara
Memandang mata lawan bicara nampaknya bukan hal yang luar biasa, tapi ternyata hal ini tidak mudah dilakukan karena justru waktu kecil saya diajarkan bahwa itu tidak sopan. Hasilnya, waktu si Sulung masuk sekolah, kami harus me-reset kebiasaan ini, karena dia dianggap tidak sopan karena selalu tidak mau melihat ke mata gurunya Ketika sang guru sedang berbicara. Padahal saya awalnya juga harus berjuang untuk berani memandang mata orang lain.

7. Aku dan kamu
Bagian dari culture shock yang saya rasa di awal karir sekolah anak adalah penggunaan kata ganti: aku dan kamu. Misalnya di dalam percakapan antara anak dan orangtua/guru, orang Indonesia akan bilang, “Bu, besok ibu mau datang ke rumah jam berapa?” Kalau di sini, “Bu, besok kamu mau datang ke rumah jam berapa?” Di rumah dulu, bisa-bisa saya digaplok Oppungnya anak-anak kalau saya menggunakan kata kamu saat berbicara dengan mereka 😅. Tapi di sekolah, si Sulung sempat dianggap ‘terbelakang’ karena tidak biasa menggunakan ‘you’ and ‘I’.
8. Makan nasi sekali sehari
Orang Belanda biasa makan ‘makanan hangat’ hanya sekali sehari: di waktu makan malam. Sisanya mereka hanya makan roti untuk sarapan dan makan siang. Saya yang tadinya makan nasi tiga kali sehari akhirnya jadi ikutan juga, karena anak-anak juga tidak bisa bawa nasi untuk bekal makan siangnya. Pernah ada teknisi listrik datang jam 7 pagi ke rumah untuk memperbaiki sekring yang mati, dia sampai terbelalak melihat Pak Suami yang sedang sarapan nasi rendang (sisa lauk malam), “Kalian makan selengkap itu pagi-pagi?” tanyanya heran. Haha, belum tahu aja si mas teknisi, di Indonesia sarapannya lontong sayur Padang.
9. Tidak tiap hari mandi
Konon orang bule itu jorok: nggak pernah mandi. Awal datang saya masih mandi dua kali sehari, lalu jadi sekali sehari. Tapi belakangan jadi ikutan dengan kebiasaan mereka: mandi dua kali seminggu! 🫣 Eh, tapi jangan langsung beranggapan kita bau ya! Membersihkan hal-hal yang harus dibersihkan sih tetap tiap hari, tapi mandi seluruh badan memang dikurangi karena ternyata kulit Asia kami tidak tahan dengan keringnya udara Eropa. Kalau tiap hari mandi, saya yang tadinya tidak punya eksim pun bisa sampai merah dan berdarah kulitnya karena terlalu kering.
10. Paracetamol dan hanya Paracetamol
Dokter di Belanda percaya kalau semua penyakit yang disebabkan oleh virus (batuk, pilek, dan teman-temannya) harus dilawan oleh badan kita sendiri. Karena itu, kita tidak bisa ke dokter sebelum sakit lebih dari 3 hari. Dan kalau pun akhirnya bisa konsultasi ke dokter umum, paling-paling disuruh pulang ke rumah, istirahat, dan makan paracetamol.
Lebih dari satu dekade tinggal di Belanda, frekuensi saya makan antibiotik bisa dihitung dengan jari. Banyak pendatang yang kesal dengan pendekatan dokter Belanda ini, tapi kalau saya membayangkan betapa banyaknya obat yang sudah saya makan sedari kecil dulu, dibanding anak-anak saya yang sangat jarang minum obat – saya lebih suka cara ini.

Penutup
Table of Contents
Tinggal sebagai perantau di tanah orang dan harus menyesuaikan diri dengan kebiasaan orang setempat bisa mengubah pandangan hidup dan karakter yang tadinya kita miliki. Tapi tidak semua kebiasaan lokal kami bawa pulang ke rumah dan kami adopsi. Pada akhirnya memang hidup itu tentang menyesuaikan – menyesuaikan keinginan dengan kemampuan, menyesuaikan dengan kondisi dan keadaan. Ada hal-hal yang memang harus dipertahankan secara prinsip, seperti nilai dan norma agama, tapi ada juga kebiasaan yang akhirnya harus kita tanggalkan dan ganti sesuai dengan keadaan.
Semoga mamah-mamah menikmati tulisan ini, sampai jumpa di tantangan berikutnya!

Suka banget ini kebiasaan minim minum obat. Kenapa ya di sini antibiotik jadi andalan?
Teh Dea, kebiasaan bilang kamu dan aku itu memang gak lazim ya di sini. Aku juga pernah ditegur Mamah karena panggil suami dengan kamu hahaha…
“Long live Paracetamol!” ahahaha Mba Dea, tagline-nya bikin ngakak.
Saya baru nyadar kalau itu habit orang Dutch ya, yang pantang minum obat dan atau ke dokter kalau 3 hari sakitnya belum sembuh. Gara-gara baca tulisan Mba Dea, ku tiba-tiba jadi merasa bangga, karena aku sudah punya habit ini sejak lama, Uhuyyy.
Dea, yang mandi seminggu 2 kali, orang-orang KZ juga gitu pas winter, dan mereka bisa seminggu sekali mandinya di tempat spa, soalnya sambil di-sauna dan di-scrub ehehe. Tapi aku belom mau ngikutin ahahaha, aku tetep mandi setiap hari. Gak tau ya kalo makin lama tinggal di sini, mungkin bisa bisa ngikutin ehehe.
Kl bahasa belanda ga ada tingkatan kesopanan bicara ya? Kl di Prancis masih ada tutoyer dan vouvoyer. Dan aku sampe skrg msh blm luwes ber-tutoyer ke mereka yg lebih tua 😅
Beberapa cerita yang pernah saya dengar dari para diaspora yang kerja di LN. Mereka kerja harus sesuai jam kerja. Beda kalau dengar cerita-cerita teman, juga suami sendiri, yang seringkali harus lembur. Bahkan ada yang tetap bekerja saat weekend, padahal harusnya libur.
Unik banget sih kebiasaan orang Belanda ini. Tapi aku suka sih ini kayanya, walau kebayang bakal susah untuk menyesuaikan diri dengan kebiasaan mereka. Terutama soal tepat waktu.