Buang Sampah Pada Tempatnya

Menjawab tantangan tema menulis minggu ini di KLIP: “bagaimana saya ikut menjaga lingkungan”, saya akan berbagi cerita tentang pengelolaan sampah di negara Belanda dan bagaimana saya dan keluarga mengikuti peraturannya.

Pemerintah Belanda sangat proaktif dalam mengkampanyekan ‘recycling‘ – mendaur ulang. Mereka percaya bahwa dari semua sampah yang kita hasilkan, 75% dari sampah-sampah ini masih bisa didaur ulang.

Kringloop – Toko Barang Bekas

Kringloop itu bahasa Belanda yang artinya lingkaran berjalan. Kring = lingkaran. Loop = berjalan. Kringloop adalah toko barang bekas yang bisa temukan di mana-mana. Setiap kota/desa hampir selalu memiliki satu atau lebih kringloop. Kalau kita punya barang-barang yang tidak dipakai lagi, kita bisa antar ke kringloop, atau mereka menyediakan juga jasa pengambilan ke rumah kita kalau barang-barangnya berukuran besar.

Beli perabot di IKEA? Check dulu di Kringloop. Banyak perabot yang masih bagus, dengan ongkos pengantaran yang juga terjangkau.

Barang apa saja yang bisa diberikan ke kringloop? Apa saja. Buku, perabotan, mainan, baju, perhiasan, barang elektronik, piano, pajangan rumah, peralatan bertukang. Intinya barang yang masih bisa dipakai berikan saja ke kringloop jadi orang lain masih bisa memakainya, dibanding barang-barang itu terbuang percuma. Dengan demikian kita memperpanjang umur penggunaan barang-barang.

Surga dunia buat pemburu barang bekas. Mulai dari yang berukuran besar sampai printilan yang unik dan berguna.

Apakah kita mendapatkan uang kalau kita memberikan barang-barang kita ke kringloop? Sayangnya tidak. Tapi kringloop menjual barang-barang bekas ini dengan harga cukup murah, sehingga orang lain bisa membelinya dengan lebih mudah dibandingkan membeli dengan harga baru.

Gengsi gak beli barang bekas di kringloop? Sama sekali tidak. Belanja di kringloop itu seru sekali, karena meskipun banyak barang-barang yang sudah agak usang, tapi masih banyak yang bagus-bagus, karena pada dasarnya orang Belanda itu apik dalam merawat barang dan mereka suka ganti-ganti interior dan lain-lain, jadi kita bisa ketemu banyak hal-hal menarik di kringloop. Buat saya pribadi, kringloop itu semacam surga buat menemukan buku, piring-piring keramik yang cantik-cantik, partitur piano, dan mainan anak-anak.

Semenjak saya tinggal di Belanda saya belajar kalau memakai barang bekas itu adalah hal yang sangat wajar dilakukan. Bukan saja lebih terjangkau, tapi juga kita membantu lingkungan dengan cara menggunakan barang-barang yang sudah ada, dibanding membeli barang yang baru.

Memisahkan sampah

Tiga Kliko, ada yang taruh di depan rumah, tapi kebanyakan disimpan di halaman belakang.

Di setiap rumah di Belanda kami mempunyai beberapa macam tempat sampah besar yang kami sebut ‘kliko‘. Ada tiga kliko di rumah kami, warna hijau untuk sampah organik: sisa makanan, daun dan ranting. Warna biru untuk kertas dan karton. Warna hitam untuk ‘restafval’: sampah yang tidak bisa kami pisahkan sendiri menurut kategori yang ada. Selain tiga kliko ini kami juga punya satu wadah sendiri untuk mengumpulkan sampah plastik. Karena pemerintah tidak menyediakan kliko buat sampah plastik, melainkan memberikan kantongan sampah besar khusus untuk sampah plastik, kaleng (misalnya kaleng makanan), dan kardus susu.

Setiap dua minggu ada truk sampah yang besar menjemput sampah ke perumahan tempat kami tinggal. Sampah organik hari Selasa, sampah hitam hari Senin, sampah kertas hari Rabu, tapi sebulan sekali. Kami harus mengantar sendiri kliko ini ke pinggir jalan tempat truk akan lewat. Lumayan berat juga, sampah dua minggu. Biasanya kalau ada pak suami itu tugas dia. Kalau dia telat, ya tugas saya. Karena kalau terlewat truknya, rasanya pedih sekali menyimpan sampah satu bulan di pekarangan rumah.

Para “Londo” yang well-planned biasanya keluarkan kliko jam 11 malam di hari sebelum jadual pengambilan sampah. Saya? Well, kadang baru ingat keluarkan kliko waktu truknya lewat. Akhirnya lari-lari kejar truk minta ditungguin hehehe.

Jadi sudah ada 4 kategori sampah yang harus kami pisahkan. Sudah? Itu aja? Belum, belum lengkap.

Sampah elektronik juga harus kami pisah. Bola lampu, baterai, kabel, dan barang elektronik yang besar juga ada tempat pembuangannya sendiri. Biasanya pemerintah menyediakan satu stasiun pembuangan seperti menara kecil di beberapa tempat, namanya ‘blipvert’. Bentuknya compact seperti papan iklan, tapi di situ kita bisa buang barang elektronik sesuai kategori yang berbeda. Barang elektronik besar seperti TV bisa kita buang ke tempat pembuangan sampah central, atau di bak yang biasanya tersedia di toko elektronik.

Tadinya saya kira ini hanya papan iklan. Ternyata tempat sampah juga. Sampai kabel charger juga bisa dibuang di sini lho.

Kami juga harus membuang sampah kaca pada tempat yang benar. Di beberapa titik di perumahan ada tempat khusus kaca, yang juga dibagi-bagi kategorinya: kaca warna putih transparan, hijau, dan coklat. Kok bisa kaca coklat? Emang ada? Ada banyak, biasanya botol bir itu warnanya hijau dan coklat. Karena di dalam keluarga kami konsumsi bir itu jarang sekali, kami juga jarang membuang botol warna coklat. Hanya sesekali, kalau kami buang botol kecap, haha.

Kaca hijau, putih, coklat. Tapi saya tidak terlalu senang bawa anak-anak ke sini karena banyak juga serpihan kaca di sekitarnya.

Barang-barang yang terbuat dari bahan keramik atau porselen tidak boleh dibuang ke dalam tempat sampah kaca ini, melainkan harus masuk ke sampah ‘restafval’.

Di samping tempat sampah kaca biasanya ada tempat sampah kertas. Buat orang-orang yang kliko birunya penuh tapi masih perlu buang sampah kertas lebih banyak, bisa buang sampah kertasnya di sini. Atau ada juga kota yang tidak memberikan kliko khusus kertas untuk warganya, mereka harus mengantar sendiri sampah kertas ke tempat ini.

Biasanya tempat sampah kaca bergerombol dengan tempat sampah kertas. Ini bisa ditemui tiap beberapa kilometer.

Masih ada jenis sampah yang bisa dipisah, yaitu minyak bekas. Minyak bekas memasak tidak boleh dibuang ke saluran dapur karena akan mencemari air yang akan diolah ulang untuk air minum. Plus, itu bisa membuat saluran dapur kita tersumbat, yang akan berujung kepada memanggil tukang pipa dengan minimal ongkos kerja seharga 100 Euro. Sebagai ibu rumah tangga yang hemat (baca: pelit), tentu saja saya enggan mengambil resiko itu. Jadi saya mengumpulkan minyak bekas pakai di dalam botol-botol minyak yang sudah kosong (atau wadah apa saja misalnya kardus susu atau kantong plastik), lalu kita antar ke beberapa supermarket yang punya kliko khusus untuk minyak-minyak bekas pakai ini.

Satu lagi tempat sampah besar yang tersedia di mana-mana adalah tempat sampah tekstil. Selain mengantar baju-baju ke kringloop, kami juga bisa mengantar baju dan barang-barang lain yang berbahan kain ke tempat sampah ini – entah itu masih bisa dipakai atau tidak. Baju, taplak, sprei tua, boneka, dan sepatu, boleh masuk ke sini. Kalau di film-film Korea, orang-orang masih bisa mengambil baju-baju dari tempat sampah semacam ini. Kalau di sini tidak bisa, kalau sampahnya sudah dimasukkan, tidak bisa diakses lagi.

Tempat sampah tekstil. Sebenarnya bukan tempat sampah, karena yang masuk ke sini hampir semua barnag yang masih bisa dipakai.

Sampah lain yang harus dipisahkan adalah sampah dengan bahan kimia yang berbahaya. Obat yang tidak terpakai atau kadaluarsa harus kita antar ke apotik. Sampah kimia seperti cairan pembersih atau cat harus kita antar ke recycling station.

Recycling station – pusat pembuangan sampah

Biasanya Recyling Station penuh di weekend atau hari libur. Di masa lockdown corona dilaporkan kalau Recycling Station dan Kringloop menjadi ‘terlalu penuh’ karena hampir semua orang beres-beres dan membuang barang semasa terkunci di rumah.

Kalau belum puas juga buang sampah dipisah-pisah begini, masih ada satu lagi tempat yang bisa kita tuju yaitu recyling station. Setiap kota punya satu recycling station, pusat pembuangan sampah. Kami bisa membawa ke sini sampah-sampah yang terlalu besar untuk dibuang di kliko atau tempat sampah lain yang tersedia. Semua penghuni kota yang terdaftar di kota tersebut boleh buang sampah di sini dengan gratis, misalnya kalau kita mau buang perabot yang besar, atau kayu-kayu bekas.

Di sini kita tetap wajib membuang semua sampah sesuai kategori masing-masing: kayu, plastik, plastik keras (misalnya mainan atau kursi plastik), besi, bongkahan tembok/pasir, styrofoam, sampah dengan bahan kimia, kaca, dan lain-lain.

Kalau kita tidak punya kendaraan pribadi untuk membawa sampah ke stasiun ini (biasanya letaknya di pinggir kota, di tempat yang tidak dijangkau kendaraan umum), kita bisa menelepon Gemeente (pemerintah kota) untuk mengambil sampah-sampah yang besar, seperti perabot bekas atau kulkas yang rusak dan lain-lain. Mulai tahun ini kami harus membayar 10 Euro untuk satu kali panggilan truk sampah seperti ini. Tahun-tahun sebelumnya jasa ini masih gratis.

Praktisnya, recycling station ini biasanya terletak di sebelah kringloop. Jadi kalau kita sedang spring cleaning, kita bisa bawa barang-barang yang mau dibuang sekalian dengan barang-barang yang mau dibawa ke kringloop. Sekali dayung dua pulau terlampaui.

Pajak sampah

Sekali setahun kami wajib membayar pajak sampah. Pajak sampah? Apa itu? Ya itu, uang yang kami bayar pada pemerintah untuk kemudian digunakan untuk mendaur ulang semua sampah yang ada. Mungkin semacam iuran sampah ya kalau di Indonesia. Pajak sampah ini berlaku untuk sampah dan riol – pembuangan air kotor. Tahun ini kami harus membayar 800 Euro untuk rumah kami dengan perhitungan luas rumah dan jumlah penghuni 4 orang. Dan tiap tahun biasanya pajak ini naik, jadi terus terang bulan Januari dan Februari itu bulan yang tidak menarik karena banyak surprise pajak yang harus kami bayar.

Daur ulang

Terus, sampah-sampah ini mau diapakan oleh pemerintah?

Pengolahan sampah Utrecht

Sampah-sampah ini akan dipisah-pisahkan lagi menurut kategori lebih lanjut untuk kemudian diolah kembali. Sampah plastik bisa dibersihkan dan diolah menjadi bahan baku plastik untuk pembuatan pot, botol plastik, atau perabot. Kardus susu diolah menjadi tissue WC.

Sampah makanan dan kebun diolah menjadi biogas dan kompos.

Sampah kertas diolah  menjadi kertas, kertas koran, tissue wc, dan kardus.

Sampah kaca disortir, dibersihkan dan dicairkan untuk kemudian dipakai untuk sebagai bahan kaca untuk botol dan lain-lain.

Sampah tekstil disortir kembali, yang masih layak pakai dijual kembali melalui kringloop, sebagian dijual ke luar negeri. Hasilnya dipakai untuk membiayai proyek-proyek sosial seperti integrasi warga pendatang di Belanda. Yang sudah tidak bisa dipakai dijahit kembali sebagai celemek atau sarung tangan oven. Sisanya diolah seratnya untuk membuat kain felt atau yang suka disebut sebagai flanel oleh para crafter.

Sampah elektronik diolah kembali lewat memisahkan logam dan plastik dan bahan lainnya untuk kemudian dibuat bahan baku untuk pembuatan barang-barang baru. Baterai didaur ulang menjadi baterai baru. Cartridge printer bekas diisi ulang.

Cat tembok yang masih bisa dipakai dijual kembali di kringloop. Bahan kimia lain yang tidak bisa didaur ulang dibakar dengan temperatur tinggi. Dengan mengantarkan bahan kimia ke tempat yang semestinya, kita menghindari pencemaran lingkungan dengan bahan yang berbahaya.

Sisa sampah lain yang tidak bisa termasuk kategori di atas adalah restafval. Restafval akan dibakar dan lewat pembakaran ini energinya disalurkan menjadi energi listrik dan energi pemanas, misalnya untuk air panas di rumah. Sisa abunya dipakai dalam produksi beton, misalnya untuk membuat tegel lantai beton untuk di teras.

Kalau ada yang berminat menonton video tentang pengolahan sampah bisa dilihat di sini. Meskipun di dalam bahasa Belanda tetapi mungkin menarik untuk ditonton bagaimana pemerintah di sini mengolah sampahnya.

Patuh atau tidak? Apa andil kami?

Apakah semua orang patuh dalam mematuhi aturan yang ribet ini? Tidak semua. Masih banyak orang yang tidak mau repot memisahkan sampah dapurnya. Atau memisahkan sampah kertas dari plastik. Banyak orang buang sampah semua di kliko hitam alias restafval.

Butuh beberapa tahun untuk pak suami mau ikutan memisahkan sampah. Ribet banget sih kamu, katanya. Tapi selain saya takut banget didenda kalau ketahuan buang sampah tidak pada kategorinya (haha biasalah emak-emak gak mau keluar euro), saya pikir negara sudah capek-capek menyediakan sistem begini teliti dan rapi kok kita gak mau capek sedikit supaya bisa bersumbangsih pada dunia.

Statistik mencatat di Belanda satu orang bisa membuang sampah kira-kira 490 kilogram setiap tahunnya. Kalau banyak yang tidak mau memisahkan sampah, jangan-jangan akan terjadi lebih banyak sampah yang berujung menjadi landfill, karena tidak bisa didaur ulang. Memikirkan sampah yang saya hasilkan ikut jadi bagian dalam masalah landfill seperti di Jakarta, atau akan di-pack dan dikirim ke Indonesia atau negara Asia lainnya mendorong saya untuk ikut andil dalam memisahkan sampah sesuai kategorinya supaya bisa didaur ulang.

Belanda sendiri memberlakukan peraturan yang ketat mengenai problem landfill ini. Setiap tahun negara Belanda memiliki sekitar 1.5 sampai 2 juta ton sampah yang diubah menjadi landfill. Angka ini tergolong sangat rendah, hanya sekitar 2 sampai 3 persen dari total 60 juta ton sampah yang dihasilkan setiap tahunnya. Hal ini berarti bahwa program pemilahan sampah dan daur ulang di Belanda tergolong sukses pelaksanaannya.

Namun demikian, saya tetap berpendapat kalau kami sebagai keluarga tetap harus ikut andil di dalam program ini, meskipun kami cuma 4 di antara 17 juta penduduknya. Kalau setiap orang berpikir ah, tidak apa-apa kalau buang sampah asal-asalan, pasti akhirnya program ini tidak berhasil juga.

Hal-hal kecil yang kita lakukan untuk menjaga kebersihan seperti membuang sampah pada tempatnya, memilah sampah sesuai tujuannya, membawa sendiri tas plastik waktu berbelanja, sebisa mungkin mengurangi penggunaan kantong plastik sewaktu membeli buah dan lain-lain, itu semua adalah hal-hal yang terlihat kecil tapi sebenarnya sangat menentukan di dalam kebersihan suatu lingkungan bahkan kebersihan sebuah negara.

Di samping hal-hal di atas yang kami lakukan sehari-hari untuk menjaga kebersihan, saya pribadi suka gemas melihat sampah berserakan di pinggir jalan. Lho, masih ada? Masih lho. Tidak semua orang tertib dalam membuang sampah, terutama di masa Corona ini kadang-kadang saya melihat masker bekas dibuang begitu saja. Di koran lokal saya melihat ada panggilan untuk menjadi tenaga sukarela mengumpulkan sampah, nama kerennya: zwerfafvalpakker alias ZAP. Kalau diterjemahkan bebas: pengumpul sampah yang berserakan. 

Anak-anak juga antusias diajak kegiatan memungut sampah. Sekalian mendidik kalau buang sampah sembarangan itu gak baik karena merepotkan orang lain untuk membereskannya.

Kalau kita mau menjadi ZAP, kita harus mendaftar di recycling station, dan kita akan menerima sebuah paket isinya tongkat pencapit sampah, sarung tangan, dan kantong-kantong sampah. Hihihi, malu gak sih berkeliaran di jalan memungut sampah? Gak tahu juga ya, saya belum berani ikutan program ini. Tapi beberapa minggu lalu saya sempat membantu memungut sampah seperti ini di dalam taman bermain sewaktu saya menunggu anak-anak saya bermain di sana. Daripada nganggur, begitu pikir saya. Dan ternyata ya cuek-cuek saja satu jam keliling-keliling kayak tukang pemulung di situ, padahal di situ ada ibu-ibu lain yang anaknya satu sekolah dengan anak saya. Jadi, kayaknya saya segera mampir ke recycling station untuk mengambil paket saya.

Demikianlah sedikit cerita saya mengenai sampah. Sebenarnya semakin mendalami sistem pengolahan sampah di sini semakin saya tertarik melihatnya. Rasanya ingin melamar menjadi salah satu insinyur di sana. Ah, mungkin saja kan. Seorang ibu rumah tangga ex arsitek, bisa saja kan mendapat lowongan kerja di sana? Ya, kapan-kapan, kalau anak-anak sudah besar dan bisa ditinggal kerja. Mungkin saja…

19 Thoughts on “Buang Sampah Pada Tempatnya

  1. di Thailand sini kami juga sering beli barang bekas, tapi kalau urusan pengelolaan sampah lebih kayak Indonesia daripada Belanda. harusnya meniru Belanda ya biar timbunan sampah ga banyak.

  2. Keren banget ini … kami sekeluarga (di Bekasi) juga udah milah dan daur ulang sampah, tapi kudu giat nyari aneka pihak penyalurnya krn engga mungkin ngandelin jalur tukang sampah biasa. Nularin semangat ngurangi dan kelola sampah ke tetangga juga masih jadi PR besar. Seneng sekaligus iri liat negara lain yg sistemnya udah ciamik beginii

  3. Jadi inget waktu sempat tinggal di Eropa, aku juga termasuk yang males milah milah sampah 😅 tetangga mah sampai karton susu saja dicuci. Giliran sudah di Indonesia jadi menyesal dulu nggak memanfaatkan service yang ada dengan lebih baik. Sekarang jadi merasa bersalah kalau mau buang sampah. Milah milah juga endingnya disatukan lagi sama tukang sampahnya 😅 tapi untung sudah mulai ada inisiatif daur ulang sampah, walaupun belum terstruktur dan terpusat tapi lumayan lah 😃

    1. Nah iya teh saya juga merasa kasian itu para pekerja di pengolahan sampah dah capek2 kerja tapi kalau kita bandel terus jadi gak efektif kerjaan mereka. Semoga negeri kita tercinta juga makin aktif ya mengatasi masalah sampah

  4. Menarik banget, terutama Kringloop. Karena sering pindah rumah haha, saya jadi sering beres-beres rumah dan memang selalu ada saja barang yang ngga kepake, andaikan ada kringloop pasti akan berguna banget. Karena seringnya barang ngga kepake itu masuk tempat sampah jadinya.

    Pengolahan sampah di Belanda juga bagus banget ya, semoga suatu saat Indonesia bisa mengadopsi itu. Di Malaysia memang ada anjuran untuk memilah sampah, tapi tetap aja pembuangan sampah akhirnya disatukan. Untuk minyak goreng ada tetangga yang kebetulan punya perusahaan pengolah minyak, jadi minyak goreng bekas kita dibeli RM 1 per liter, nanti akan dijual ke Eropa untuk biofuel. Tapi kebanyakan memang masih membuang minyak ke saluran air huhu

  5. seru ya Teeh.. Masalah mumet karena sampah yang gak gampang dibuang jadi dapet solusinya. Eh di Bandung sudah mulai ada nih beberapa alternatif pengolahan sampah. Belum diketahui semua orang sih, tapi lumayan terbantu banget

  6. Aku iriii. Di Bandung sini, aku udah pilah-pilahin sampah plastik anorganik, organik…eeeh, sampa pa Sampah yg ambil sampah tiap hari ya disatukan lagi. Ntar di TPA udah ada pemulung yg ambilin barang tertentu saja, misalnya bekas air kemasan, kresek, dll.
    Kalau baju, perabotan, yaa masih mengandalkan Mang Rongsok…dihibahkan aja suruh bawa…
    Ini mau ada PLTSA ributnya engga ada ujung smp sekarang…

  7. Masya Allah ini keren banget banget sistemnya. Sepadan dengan pajak sampahnya ya. Sekarang kemajuannya di sini sudah mulai ada bank sampah,tapi belum semua daerah berjalan dengan baik. Di Bali sendiri masih sedikit bank sampahnya dan yang dikelola professional swasta baru beberapa (salah satunya malah dikelola oleh pendatang dari Eropa).

    Buatku sendiri kesulitan terbesar adalah ketika harus membuah barang elektronik. Sempat ketemu pengumpul sampah elektronik di IG tapi baru ada di Jawa 😦

Leave a Reply to Hamdan & Heidy Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *