Jumat, 21 Mei 2021
16:14
Halo semua!
Ceritanya lagi-lagi saya dikompori oleh si kakak untuk ikutan klub menulis yang baru: MGN alias Mamah Gajah Ngeblog, kumpulan ibu berlatar belakang pendidikan di institut cap gajah. Sebagai anggota yang baik saya mencoba ikut Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan ini: Resep Masakan Andalan. Wah, tema yang menantang!
Buat saya pribadi, meracik bumbu dan memasak itu tidak terlalu sulit. Menerawang sedikit di mbah Google, ramu bumbunya, dan biasanya hasilnya enak – atau yah, minimal bisa dimakan. Masalah utama di sini adalah bagaimana membuat proses ini efektif, dari segi waktu, tenaga, dan biaya.
Sebagai perantau tanpa keluarga (yang bisa dimintai makanan 😋), tanpa asisten rumah tangga, dan bukan pencinta makan di luar (untuk alasan ekonomi, tentunya), hampir 90 persen makanan di rumah kami berasal dari dapur sendiri. Plus dengan kondisi fisik yang tidak lagi seperti waktu berusia 20-an, masak dengan efektif merupakan hal yang wajib di sini.
Orang Belanda dengan segala ‘kepelitan’nya
Table of Contents
Kalau kita makan di luar bersama dengan teman, ada istilah umum yang namanya: “Go Dutch“. Kalau di Indonesia namanya BM- alias bayar masing-masing. Kenapa ya namanya Go Dutch?
Orang Belanda itu terkenal dengan kehematannya. Menurut pengamatan saya, orang Belanda jaman sekarang tidak terlalu hemat dibanding katakanlah sepuluh tahun lalu sewaktu saya baru datang. Tapi pada prinsipnya mereka mencoba untuk hidup secara ekonomis – dalam segala aspek!
Salah satu aspek yang dimana penghematan diterapkan adalah urusan makan. Jaman dulu (seperti saya tulis di atas, jaman sekarang sudah ada perubahan), orang di sini pantang makan di luar kalau tidak direncanakan. Misalnya nih, kita ketemu teman tidak sengaja di pusat kota, dan kita undang dia untuk makan bareng di restoran atau nongkrong di cafe – bagi dia ini adalah sesuatu yang tidak sopan. Alasannya? Karena hal ini tidak diperhitungkan di dalam perencanaan budget-nya, jadi tidak etis untuk tiba-tiba menodong orang makan di luar (sekalipun dengan skema Go Dutch).
Atau kalau kita sedang bertamu, si tuan rumah akan menawarkan, “Wil je koffie of thee?” (Anda mau minum kopi atau teh?) Lalu menawarkan kue atau biskuit sebagai teman teh atau kopi. Biskuit ini ditawarkan dengan cara membuka toples, sodorkan ke tamunya, dan setelah tamu selesai mengambil sang tuan rumah akan menyimpan toples biskuitnya kembali di… di lemari 🙈.
Dengan sikap seperti inilah, orang Belanda biasa pergi belanja sekali seminggu – selain untuk efisiensi waktu, juga efisiensi bensin. Mereka akan beli bahan makan sekaligus dalam jumlah banyak di tempat yang sedang mengadakan promosi korting (korting itu bahasa Belanda lho 😊, artinya potongan harga), lalu disimpan di freezer di rumah mereka.
Freezerku, penyelamatku
Di tahun kedua saya tinggal di Belanda, saya mendapat tips dari seorang kenalan yang sudah puluhan tahun tinggal di sini untuk menyimpan makanan di freezer. Wah, gimana caranya, Tante?
“Ya simpan aja! Masak yang banyak, lalu simpan di freezer untuk persediaan. Karena memasak itu kan mengkonsumsi banyak waktu, tenaga dan gas. Di sini semua orang sangat hemat. Kalau kamu melakukan ini, kamu bisa menghemat banyak. Lihat nih, tante punya simpanan risol, kalau mau ya tinggal goreng.”
Wow, segitunya kah orang Belanda berhemat? Masak iya? Tapi saya jadi ingat, pernah suatu waktu saya ditawari erwtensoep (sup kacang polong) oleh seorang ibu Belanda, dia bilang, “Saya masih punya beberapa kontainer di dalam freezer. Kamu mau jugakah?” Sup? Di dalam freezer? Jadi benar bahwa ini adalah praktek yang biasa dilakukan di sini.
Akhirnya saya coba juga cara ini, dan ternyata berhasil. Rendang yang perlu dimasak berjam-jam, dimasak langsung dalam jumlah besar, biarkan dingin dan simpan di dalam wadah plastik. Satu wadah kira-kira untuk dua kali makan. Kalau besok mau makan rendang, malamnya kita keluarkan dulu dari freezer dan simpan di kulkas. Besok tinggal dihangatkan, bisa di atas kompor atau kalau mau cepat bisa dihangatkan pakai microwave.
Dengan cara ini, setiap minggu saya meluangkan satu atau dua hari untuk masak besar, kira-kira 3 atau 4 jenis makanan. Setelah itu saya bisa memakai waktu di hari-hari berikutnya untuk urusan yang lain. Empat jenis makanan ini dikeluarkan secara bergantian, jadi dua hari memasak tapi tetap ada variasi masakan setiap harinya.
Umumnya yang disimpan ke freezer hanyalah makanan jenis lauk. Karena saya hanya suka masakan Indonesia yang penuh bumbu, untuk sayurnya karena malas repot saya hanya merebus satu jenis sayur misalnya sawi, buncis, atau brokoli. Untungnya kedua anak saya mau makan sayur rebus. Lega deh hati emak ❤
Tapi sebenarnya, bukan hanya lauk saja, melainkan hampir semua makanan bisa disimpan freezer – termasuk sup, seperti kata teman saya tadi. Nasi dan mie goreng, pasta lengkap dengan sausnya, tongseng, lontong dan kuahnya juga bisa disimpan di freezer.
Untuk pak suami yang bekerja di luar Belanda dan hanya pulang di akhir pekan, saya sering memberikan bekal nasi goreng, ayam ungkep atau pasta yang dibekukan. Dengan cara ini kami bisa menghemat biaya dalam kondisi menjalani dua rumah tangga.
Kapasitas dan klasifikasi isi freezer
Biasanya kulkas di sini memiliki freezer dengan kapasitas yang cukup besar, sekitar 75 liter dengan sistem penyimpanan dalam bentuk laci. Karena adanya kebiasaan berbelanja dalam jumlah sekaligus banyak, banyak rumah tangga di Belanda yang memiliki lebih dari satu freezer.
Di rumah kami memiliki tiga freezer. Freezer pertama digunakan untuk menyimpan bahan mentah seperti daging dan ikan. Setelah belanja, semua bahan dibersihkan dan dipotong sesuai dengan perkiraan akan dimasak untuk apa. Ada ayam yang dipotong untuk diungkep, fillet ayam yang dipotong kecil-kecil untuk masak mie/nasi goreng, atau panjang-panjang untuk tumisan.
Ikan dipotong sesuai ukuran untuk digoreng dan langsung diberi garam, jeruk nipis dan kunyit. Daging sapi dipotong ukuran untuk dimasak rendang/gepuk, atau tipis-tipis untuk tumisan atau yakiniku/teriyaki. Dengan cara ini, kalau mau masak semua tinggal dimasukkan ke dalam panci. Tidak perlu lagi repot membersihkan daging mentah.
Bumbu dapur juga bisa disimpan di dalam freezer lho. Di dalam freezer, saya selalu punya persediaan cabe, kunyit, jahe, laos, sereh, daun salam, daun jeruk sampai andaliman untuk masakan khas Batak. Biasanya bumbu-bumbu ini saya potong seukuran satu ruas jari supaya mudah diambil waktu mau membuat bumbu masakan.
Freezer kedua di rumah kami isinya stok makanan jadi. Selain makanan seperti rendang, ayam ungkep, nasi goreng, tumisan daging, pasta dan lain-lain yang sudah saya ceritakan di atas, saya juga mempunyai stok cemilan seperti somay, bakso goreng, pempek, martabak telur, lupis, bakpao, dan lain-lain.
Freezer ketiga… sebenarnya ini hanya tambahan karena satu dan lain hal kami memutuskan untuk menambah freezer. Tahun lalu saya sempat membuat stok makanan begitu banyaknya sampai-sampai kami bisa bertahan selama 4 bulan lebih makan dari stok di freezer. Empat bulan tanpa masak! ❤
Andalan di hari istimewa
Buat saya pribadi, menyetok makanan di freezer itu nilainya hampir setara dengan punya asisten rumah tangga. Pingin makan enak? Kalau di Indonesia mudah untuk beli di luar atau bisa panggil si mbak, minta tolong masakin ini itu. Kalau di sini ya buka pintu ajaib, dan cari-cari di laci ada stok makanan apa yang menarik.
Begitu juga di dalam perayaan hari istimewa seperti hari ulang tahun, Natal atau Lebaran, penggunaan freezer bisa membuat persiapan kita lebih efisien meskipun dengan kondisi waktu dan tenaga yang terbatas.
Buat saya pribadi cita rasa dan kualitas makanan yang disimpan di freezer tetap sama dengan makanan yang baru dimasak, apalagi kalau masakannya langsung disimpan setelah masak.
Meskipun di dalam tulisan ini saya tidak membagikan resep apapun, tapi semoga bisa tetap memberikan informasi yang bermanfaat buat para pembaca. Terutama bagi para ibu yang berjuang membagi waktu tetapi tetap mau memberikan yang terbaik untuk keluarganya. Freezerku, andalanku!❤
2 Thoughts on “Freezerku, Andalanku”