Siang ini Pak Suami berkata bahwa ia akan mengajak anak-anak untuk makan es krim di IKEA. Heh? Well, jaman liburan panjang ini ya memang rasanya harus agak mencari-cari alasan untuk memberikan kegiatan kepada anak-anak.
Si emak yang masih sibuk mencuci baju dan mainan yang penuh dengan pasir karena kemarin baru ke pantai pun hanya mengangguk dengan antusias minim.
“Kami akan naik sepeda,” lanjut Paksu.
“Oh ya? Trus si kecil naik sepeda sendiri atau dibonceng?” Si kecil kami ini tidak terlalu canggih naik sepedanya. Jaman dia mulai bersekolah kami memindahkan anak-anak ke sekolah yang tidak bisa dijangkau pakai sepeda, jadi dia jarang bersepeda seperti abangnya yang sempat harus naik sepeda sendiri ke sekolah.
“Gak tahu ya, mungkin naik sepeda sendiri, aku tanya dulu.” Jawab Paksu.
Si emak hanya mengangguk-angguk sambil lanjut mencuci baju lalu sibuk ini itu. Setelah sekian lama ternyata akhirnya mereka selesai siap-siap… Paksu berseru dari pagar, “Kami berangkat yaaa.”
Karena emak lagi naik ke loteng untuk masukin baju ke mesin, jadi emak cuma dadah-dadah dari jauh saja. Setelah emak selesai, sepeminuman kopi kemudian emak mulai bertanya-tanya… haruskah aku ikut? Ah tapi males banget kalau ikut dan endingnya harus mboncengin si kecil. Karena namanya saja yang kecil, anaknya mah sudah gede banget – lebih gede dari abangnya. Masalahnya adalah kursi buat boncengan (yang sebenarnya sudah terlalu kekecilan) itu ada di sepeda emak, jadi pasti emaknya yang berbeban berat.
Ragu si emak menimbang-nimbang apa yang harus kulakukan. Akhirnya emak pun mengintip ke gudang, apakah si kecil membawa sepedanya. Wah, ternyata sepedanya gak ada! Hebat juga! Ke IKEA dari rumah kami itu yaaaaa apalah arti jaraknya untuk teman-teman super di Indonesia sana yang sekali gowes bisa 30 kilometer. Cuma 5 atau 6 kilo saja. Tapi buat si kecil itu jarak yang lumayan!
Mempertimbangkan mungkin nanti Paksu membutuhkan bantuan emak, atau membayangkan anak-anak yang super bahagia kalau dikagetkan melihat tiba-tiba emak datang (geer aja, siapa tahu sebenarnya mereka biasa aja, hehehehe) – akhirnya emak memutuskan untuk menyusul mereka. Pakai sepeda.
Tentu saja emak tahu di mana letak IKEA. Jalan ke sana berbekal Google Map dijamin gak nyasar. Bahkan tanpa Google Map pun harusnya nyampe – wong itu jalur sehari-hari kalau mau ke sekolah. Tapi… namanya orang naik sepeda kan bisa dari mana-mana aja ngambil rutenya. Alangkah senangnya kalau bisa menyusul mereka di jalan.
Akhirnya si emak memutuskan untuk membuntunti Paksu, sesuai jalur yang dia ambil. Kok bisa? Ya bisa karena dia men-share lokasinya setiap saat dengan emak lewat Google Map.
Wah, serius? Jadi emak bisa tahu di mana suaminya setiap waktu? Iya, bisa. Dia gak pernah lepas dari radar saya. Kenapa kah? Kenapa harus selalu mengikuti gerak-gerik suami? Apakah tidak ada rasa percaya di antara kita?
Pisah kota pisah negara
Table of Contents
Alkisah sekitar dua tahun yang lalu, Paksu pindah kerja ke Paris. Tetapi kami memutuskan bahwa emak dan anak-anak tinggal di Belanda. Setiap Minggu tengah malam Paksu naik bus malam ke sana, mulai jam 12 malam dan akan tiba di Paris sekitar jam 8 pagi. Hari Jumat malam sepulang kantor dia pulang ke Belanda, naik bus juga. Naik bus jam 8 malam dan tiba di Belanda jam 5 pagi. Weeek.
Kasian, capek banget. Kenapa gak naik kereta? Yah.. maunya juga naik kereta. Tapi kereta itu muahaal. Satu kali perjalanan PP bisa habis 200 Euro, sementara kalau naik bus 40 Euro saja. Meskipun naik kereta itu hanya 3 jam, tapi naik bus bisa 10 jam. Hehee…
Tapi ya intinya alasan kenapa naik bus itu urusan finansial lah. Pihak perusahaan tidak kasih support untuk Paksu, dan kami harus membayar dua rumah – satu di Belanda, satu di Paris. Dua-duanya ada di salah dua kota yang paling mahal untuk urusan biaya akomodasi di negara masing-masing.
Karena Paksu sampai di Belanda subuh-subuh sebelum angkot mulai beredar, jadi emak sebagai istri yang baik dan supportive menawarkan untuk menjemput beliau di stasiun tempat dia turun. Buat emak ini juga bukan perkara gampang. Menyetir jam 5 subuh, meninggalkan dua anak baru lulus balita di rumah, gelap-gelap nunggu di terminal itu menyeramkan. Biarpun katanya Eropa itu relatif aman, tapi gak enak lah keluar tengah malam sendirian!
Jadi si emak bikin perjanjian dengan Paksu biar beliau kirim kabar kalau busnya sudah mulai masuk ke wilayah kami, karena perjalanan dari rumah ke stasiun butuh hampir 20 menit menyetir mobil.
Beberapa usaha pertama berakhir kacau balau. Paksu ternyata terlelap di bus, sementara emak dengan cemas semalaman tidak bisa tidur takut kelewatan menjemput di terminal. Sudah telepon Paksu 10 kali tidak diangkat, akhirnya si emak berangkat dengan waktu yang dikira-kira sesuai dengan jadwal bus.
Di terminal yang gelap dan sunyi, tidak ada tanda-tanda ada bus yang datang. Si emak mulai mau menangis. 100 miskol dan 200 pesan sudah dilayangkan. Tapi tidak ada jawaban. Sementara di sana dilarang parkir. Si emak pun kebingungan harus apa. Mau menunggu terlalu lama takut ditangkap polisi. Mau pergi kuatir Paksu datang. Mau tinggal kasian sama anak-anak.
Setelah beberapa kali gagal bertemu seperti ini, si emak memberi usulan pada suami untuk nge-track lokasi beliau. “Sayang, mau gak kalau kita install app supaya aku bisa tahu dimana lokasi kamu? Biar aku gak stress tiap mau jemput… kalau kamu ternyata ketiduran atau apa aku dah tahu kamu sudah dekat atau belum.”
Wah, Paksu yang adalah tipikal cowok macho dan gak mau (keliatan) takut istri pun menolak mentah-mentah. “Ide gila apa itu? Emang kamu gak percaya sama aku di Paris ngapain?” jawabnya tersinggung.
Widih… emang sih bayanginnya aja bikin geli geli cemas. LDR eh, LDM (long distance marriage, bisi ada yang bingung hehe), trus si Paksu ada di kota Paris yang jalannya gelap tapi berhias lampu-lampu malam, mulai dari Champs-Ellyees ke Menara Eiffel yang romantis… Siapa coba yang gak jadi ngebayangin yang nggak-nggak kalau suami sendirian di kota yang dibilang orang sebagai city of love?
“Aku pingin nge-track lokasi kamu bukan karena kuatir kamu macem-macem! Aku simply butuh tahu kamu ada dimana, biar aku gampang tahu kalau harus jemput kamu! Lagian kamu kan nanti bisa nge-track aku juga. Kamu gak kuatir apa istri jauh sendirian doang sama anak-anak? Kamu gak pingin tahu kah aku kemana aja? Aku selamat atau nggak?”
“Nggak,” jawab Paksu lugas. Hahahhahaa… I should have not asked the last question! Paksu ini orang yang either sangat beriman atau sangat cuek – dia percaya bahwa istrinya akan baik-baik saja dan sanggup menghandle apa saja.
Location Tracker
Akhirnya setelah tiga hari, berhasil juga si emak meyakinkan Paksu kalau adalah sebuah kebutuhan dasar untuk bisa tahu di mana beliau berada. Mulailah si emak research aplikasi apa yang bisa digunakan untuk nge-track lokasi.
Entah waktu itu apa app yang emak temukan di PlayStore. Tapi jaman itu rasanya tidak seperti hari ini dimana aplikasi location tracking judulnya lebih pada: temukan lokasi anak anda. Dua tahun itu rasanya waktu mencari informasi, sugestinya lebih kepada: apakah anda mau mengetahui di mana lokasi pasangan anda yang tidak setia? 😀
Pokoknya geleuh lah. Tapi Paksu akhirnya setuju untuk menginstall app itu di telepon dia, dan si emak punya juga di teleponnya. Usaha ini pun berakhir dengan sad ending, karena si aplikasi ini hanya beberapa jam sekali meng-update lokasi Paksu.
Semua sia-sia, karena sempat Paksu ‘hilang’ juga terbawa bus entah ke kota mana. Si emak menelepon panik tak diangkat, sampai harus telepon tetangga untuk nitip jagain anak-anak yang ditinggal sendirian – siapa tahu kebangun dan mencari emak yang mencari-cari tanpa hasil di mana suaminya.
Google Map location sharing
Seperti biasa Paksu mempercayakan saja urusan mencari aplikasi yang lebih handal ini kepada si emak. Entah kenapa dan entah gimana, tiba-tiba si emak teringat sama Google Map. Tentu saja Emak (dan Paksu) tidak baru-baru ini saja pakai Google Map. Tapi tidak teringat kalau Google Map punya feature Location Sharing.
Seperti kejatuhan durian, si emak berteriak, “Eureka!” Segera si emak mengutak-atik teleponnya dan mengirim undangan kepada Paksu untuk berbagi lokasi. Ternyata kalau kita berbagi lokasi dengan seseorang, kita bisa setting apakah sharing itu berlaku hanya untuk sejam, atau sampai waktu kita mematikan location sharing tersebut.
Demikianlah sejak itu, si emak memantau lokasi Paksu bagai elang 🧐 Nggak perlu lagi bertanya, sudah sampe Paris belum? Atau sudah sampai mana busnya? Tinggal buka Google Map dan cari icon Paksu dan emak bisa menemukan jawabannya.
Sementara Paksu? Bisakah dia mencari emak? Tidak. Karena meskipun emak berbagi lokasi dengan Paksu, karena terlalu banyak nonton drakor untuk mengenyahkan rindu yang memenuhi kalbu – telepon si emak cepat habis baterenya. Jadi tidak seperti Paksu yang selalu tiap saat menyalakan lokasinya, emak selalu turn off GPS biar hemat batere 🤭
Kembali ke IKEA
950 kata kemudian, kita kembali ke cerita soal Paksu bersepeda ke IKEA. Setelah menemukan fakta bahwa si kecil mengendarai sepedanya sendiri, emak memutuskan untuk menyusul rombongan ini.
Setelah ganti baju, mengeluarkan sepeda dan lain-lain, emak mengecek lokasi Paksu di Google Map. Ternyata mereka sudah 15 menit away dari si emak. Tanpa menunggu lebih lama lagi buru-buru si emak gowes sepedanya mau menyusul mereka.
Sayangnya, rencana emak untuk membuat surprise di tengah jalan tidak berhasil. Paksu sudah keburu sampai di IKEA. Waktu emak sudah tinggal sedikiiiiitttt lagi sampai, Paksu mengirimkan foto anak-anak di pintu masuk IKEA. Dengan caption “Aeembaaaa” – ini celoteh si sulung waktu masih balita, setiap kali kami sampai rumah dari bepergian, dia selalu bilang “Aembaaaaa” di mobil dengan ceria (maksudnya mungkin: udah sampeee), trus tiba-tiba menangis histeris karena mau diturunkan dari mobil. 😅
Karena emak kalah set sama Paksu dan anak-anak, emak pun bepikir bagaimana membuat entrance yang surprising. Jadi emak mengirimkan balasan – foto emak di IKEA, dengan jawaban: Aeembaaaa 😁
Happy Ending
Lucu juga rasanya ngintip-ngintip Paksu lagi makan eskrim dengan anak-anak sambil menonton apa reaksi beliau dengan balasan pesan itu. Mungkin ini kali yang dilakukan anak-anak jaman now yang suka nge-prank orang lain.
Akhirnya ya gitulah.. Happy ending. Emak ikut makan eskrim. Belanja sedikit. Lalu pulang sambil menyemangati si kecil yang mengeluh tangannya mau copot dan lain-lain supaya kuat mendayung sepedanya kembali ke rumah 6 kilometer lagi. Di jalan pulang, emak tanya Paksu, senang gak kalau emak datang? Paksu pun menggoyang-goyangkan tangannya sambil bilang… ya.. so so lah. Dasar pria kutub utara! 🥶
Sekian cerita gak penting dari emak… Yang mungkin aja penting kali-kali ada ibu-ibu lain yang merasa butuh nge-track lokasi suaminya. 🤫
PS: oh iya, sedikit catatan. Kalau kita sedang berada di dalam gedung, agak sulit untuk nge-track lokasi seseorang karena basically GPS tidak bekerja baik di dalam ruangan. Jadi selain kekuatan GPS, memang kita memerlukan kekuatan cinta untuk menemukan si dia… Cieeee 🙈
Ilmu penting nih. Baru tau loh aku soal google tracking itu. Penting buat nggak ribet nyari di keramaian.
Iya mbaaaak.. aku kalau kmrn itu gak kepepet juga gak sadar ada feature ini. Enak kalau saling ngetrack misalnya kita ke taman dia sama anak satu 1 aku sama anak satunya jadi gampang cari2an.
aku pernah tau google share location waktu mengikuti temenku yang share location pas ikut marathon, tapi ga pernah kepikiran buat ngetrack suami hehehe… lah dia kantornya pun deket begitu, apa yang mau ditrack. jangan 2 aku yg harusnya ditrack suami karena keluyuran jadi supir, hehehe…
tapi btw jagoan anak2mu naik sepeda 6 km, aku aja ga kuat kayaknya naik sepeda sejauh itu
Hehehe iya padahal aku sering sharing lokasi sebelumnya sama doi tapi gak ngeh jga kalau bisa disetting permanen.
Yaaa anak2 itu kmrn 2 kali eskrim, boleh main hape dan masih banyak lagi sogokannya biar bisa nyampe 😅
Asik sekali sepedahan ke IKEA rame-rame. 🙂
Btw saya sekeluarga sudah install app Life360 sejak 2018. Tapi bukan sayanya yang minta, malah sebelumnya saya endak ngeh itu app apa, melainkan Pak Suami yang minta dipasangin. Ehehe.
Tentunya bukan karena ada masalah trust ya, wkwkwk, tapi karena dia suka khawatir (sedikit paranoid) akibat nonton terlalu banyak film. Ya intinya, can never be too careful lah, menurut Pak Suami.
Semoga suatu saat, Dea dan Suami diberi kesempatan untuk liburan romantis berdua di Paris ya 😍
Hoo… gimana app nya bagus gak update lokasinya Uril? pakai google map itu beneran tiap menit diupdate lho tracking lokasinya. Hehee.. kita udah pernah beberapa kali ke Paris tapi ya gitu sama rombongan unyil2
Menurutku Life360 memuaskan banget kok Dea. Kapanpun cek app, seketika itu juga lokasinya diperlihatkan. Malah saya baru tahu dari tulisan Dea kalo Google Map bisa buat tracking ehehe.
Makasiy infonya lho Dea 🙂
Aku sudah tau soal Google Map tracking tapi belum pernah buat ngetrack suami. Soalnya pandemi ini dia kerjanya di kamar sebelah 😅 tapi bener banget nih tipsnya, aku orangnya suka parnoan kalau suami tugas keluar kota. Apalagi kalau naik mobil lewat jalan darat 😅 ntar ntar aku suruh sharing location lah. Walaupun dia belum tentu mau juga sih secara boros batere kan 😂
kalau dia jalan darat kan dia nyalain GPS teh… jadi bisa kepake juga hehehe.. Iya ya.. suamiku bilang kenapa sih kamu kuatiran banget. Rasanya kalau dia lagi dinas jauh tetap aja deg2an takut ada apa2
Sekilas seperti stalking aja ya ngetrack lokasi suami. Salut si teteh bersedia jemput si paksu. Kalau aku suka ga berani ninggal anak balita 😅 tapi kalau ada tetangga yang bisa dititipi beda soal ya