Tema Tantangan Menulis, sebuah event mingguan yang diselenggarakan oleh KLIP ini memiliki tema baru. Temanya khusus dipilih untuk memperingati Hari Bhakti Pos dan Telekomunikasi pada tanggal 27 September lalu. Tema Tantangan Menulis minggu ini adalah: Surat dan Pak Pos yang Hampir Terlupakan.
Siapa dari pembaca di sini yang belum pernah mengirimkan surat lewat Kantor Pos? Kecuali anda anak zaman now, pastilah minimal sekali dua kali para para pembaca di sini pernah mengirim, atau menerima surat.
Di masa email, whatsapp, dan sms belum marak, Kantor Pos adalah satu-satunya sarana untuk bertukar kabar secara tulisan. Bukan hanya melayani jasa pengiriman surat dan kartu ucapan, Kantor Pos juga menyediakan jasa telegram, menabung uang di TABANAS, mengirimkan uang via WESEL, dan juga mengirimkan barang.
Saya berusia cukup lanjut untuk pernah mengalami hampir semua penggunaan jasa pos di atas. Sewaktu saya masih di Sekolah Dasar, saya ingat Mama membuka tabungan TABANAS untuk ketiga anaknya. Terkadang saya ikut ke Kantor Pos untuk menambah uang di tabungan. Entah kemana buku TABANAS saya. Yang jelas uangnya sudah dipakai Mama untuk kebutuhan rumah tangga.
Saya juga masih ingat Mama pergi ke Kantor Pos untuk mengirimkan WeselPos. Entah untuk siapa, saya kurang ingat juga. Atau terkadang Papa menerima Wesel sebagai upah menulis artikel di surat kabar Sinar Harapan.
Tetapi basically, sampai saat saya duduk di bangku SMA, saya tidak punya banyak pengalaman pribadi dalam urusan surat menyurat. Mungkin karena semua teman saya masih tinggal di kota yang sama ya. Sempat rasanya menonton teman dari jauh – teman-teman yang canggih dan tahu caranya mendaftar menjadi sahabat pena untuk seseorang yang tinggalnya di kota ataupun negara lain. Tapi seingat saya, saya sendiri tidak punya sahabat pena.
Hujan surat di Bandung
Table of Contents
Sampai saya selesai SMA, dan melanjutkan pendidikan ke sekolah tinggi di Bandung. Tiba-tiba saya pun jauh dari teman-teman yang saya kenal. Entah bagaimana, jadilah saya rutin surat-menyurat dengan beberapa teman SMA. Lucunya, saya tidak pernah surat-suratan dengan keluarga. Hanya dengan teman-teman saja. Mungkin karena Mama sering berkunjung ya. Dan setiap Sabtu saya rutin pergi ke Wartel menelepon mereka.
Selain surat, kami juga saling berkirim kartu ucapan selamat ulang tahun. Atau selamat hari raya. Entah kenapa. Rasanya waktu masih SMA, selamat ulang tahun tidak perlu diucapkan melalui kartu. Tapi di masa kuliah, rasanya perlu sekali mengirimkan kartu-kartu yang cantik kepada teman.
Gara-gara menulis ini, saya jadi ingat dulu setiap kali ke Gramedia, saya sering membeli kartu yang cantik-cantik sebagai persediaan untuk dikirimkan kepada teman. Kartu-kartu merk Hallmark yang harganya ‘lumayan’. Mungkin itu adalah sebuah pelampiasan – karena sewaktu masih SD, banyak teman mempunyai koleksi kertas surat yang wangi dan cantik tetapi saya tidak punya.
Saking senangnya surat-menyurat, saya ingat sekali di sebuah liburan panjang kenaikan tingkat, teman kost saya si Bes pulang ke Jakarta sementara saya harus menjalani semester pendek di kampus. Berpisah beberapa minggu – kami rutin surat-suratan! Saling update tentang kegiatan liburan, cowok yang tak diharapkan tapi selalu datang (ke kost), dan kabar kost-kost-an.
Semua surat dan kartu yang saya terima di masa kuliah masih tersimpan di rumah Mama sampai sekarang (kalau belum dibuang ya, hihi). Ada satu atau dua kardus penuh berisi surat dan kartu, lengkap dengan amplopnya.
Kartu gajah yang spesial
Mungkin karena saya berkuliah di sebuah kampus yang lambangnya gajah, atau karena saya agak gemuk, tapi saya suka gajah. Dan mengidentifikasikan diri sebagai gajah.
Sebenarnya sih, alasan kenapa saya suka gajah adalah karena gajah tidak pernah lupa. Begitu kata Mrs. Oliver dalam dialognya bersama Hercule Poirot di buku Agatha Christie. Kalimat ini menempel terus di ingatan saya bahkan sampai belasan tahun setelah saya membaca buku tersebut. How romantic: gajah yang selalu ingat.
Saat itu saya punya bedcover bergambar gajah (yang dibeli di Bali sewaktu saya belum sadar bahwa saya suka gajah), lalu mulai mengoleksi beberapa boneka gajah. Terkadang, di kala ada beberapa cowok yang datang mendekat dan mencari informasi, mereka bertanya: kamu suka binatang apa? (kenapa juga harus menanyakan binatang kesukaan ya? Itu termasuk pertanyaan standard masa PDKT kah?) Dan jawaban saya jelas: Gajah!
Anehnya, tidak ada dari cowok-cowok tersebut yang kepikiran untuk membelikan sesuatu berbentuk gajah untuk saya. Mungkin fakta bahwa saya suka gajah kurang penting juga buat mereka. Hanya ada satu cowok yang ingat, dan lalu mengirimkan kartu bergambar gajah pada saat saya ulang tahun yang ke-19. Ironisnya… cowok ini bukan pacar saya. Beliau adalah seorang pria muda yang saya tolak perasaannya beberapa bulan sebelumnya.
13 tahun kemudian
Belasan tahun kemudian, saya yang sudah lulus kuliah dan beberapa kali pindah kerja terdampar di kota Singapura. Hampir 4 tahun merantau ke sana, saya bertemu dengan calon suami saya. Oh oh siapa dia? Tidak lain tidak bukan, si cowok yang mengirimkan kartu gajah tiga belas tahun sebelumnya! Astaga! Kok bisa? Kalau penasaran, baca di sini ya, di bagian paling bawah ada ceritanya.
Ternyata si cowok pengirim kartu gajah ini terdampar di Belanda, sementara saya di Singapura. Setelah satu bulan penuh kami saling mengirim email, kami pun bertemu langsung di Indonesia. Pada pertemuan pertama ini, mas kartu gajah menyatakan cintanya sekali lagi kepada saya, dan enam bulan kemudian kami menikah.
Tentu saja ya namanya CLBK, pembicaraan kami di awal bertemu banyak berkisar pada pengalaman masa lalu. Kok bisa kamu ingat aku, tanya mas kartu gajah. Saya jawab, entah kenapa tapi namamu tidak pernah lepas dari ingatan. Mungkin karena kartu gajah itu.
Apakah kamu masih menyimpan kartu itu? Tanya mas kartu gajah. Masih dong! Aku masih simpan semua surat dan kartu yang pernah aku terima, jadi pasti kartu gajah itu masih ada, jawab saya super yakin.
Di rumah Mama, saya pun sibuk mencari kardus mana yang berisi surat-surat lama. Setelah ketemu saya ubek-ubek semua suratnya, sambil terkikik-kikik dan juga tersedu-sedu membaca kenangan yang sudah lama saya lupakan. Surat-surat saya dari Bes, juga surat dari sahabat saya Laura yang tiba-tiba meninggal dunia di masa kami masih kuliah. Tetapi kemanapun saya mencari, kartu gajah itu tidak pernah ketemu. Padahal saya yakin sekali masih menyimpannya.
Dua hari menjelang pernikahan
Mas kartu gajah pun menerima kenyataan kalau kartu itu sudah hilang. Cuma saya saja yang seperti si manis jembatan ancol, tidak nyaman karena penasaran. Bolak-balik saya bongkar lagi gudang Mama, mencari kardus lain atau sekedar memeriksa ulang tumpukan surat-surat lama itu.
Satu hal saya tidak mengerti – kartu gajah itu saya terima sewaktu saya masih di tingkat 2. Jadi harusnya kartu itu ada di antara surat-surat di tahun yang sama (saya mengklasifikasikan surat yang diterima sesuai tahunnya). Tapi kok tidak ada?
Dua hari sebelum hari pernikahan kami, tiba-tiba saya ingat!!! Saya ingat kenapa saya ingat terus kepada nama mas kartu gajah. Kenapa nama dan marganya seakan menempel di kepala. Saya tiba-tiba tahu kenapa kartu itu tidak ditemukan di antara surat-surat yang saya terima di tahun yang sama!
Alasan kartu itu ‘hilang’ adalah karena kartu itu ‘misplaced’! Kartu itu saya terima di masa awal perkuliahan saya, tapi kartu itu tidak pernah saya simpan bersama surat yang lain. Kartu itu selalu ditempel di meja gambar saya selama hampir 6 tahun saya berkuliah! (iya, saya kuliahnya lama, hehehe)
Selama bertahun-tahun, kartu itu selalu tertempel di tempat yang paling sering saya datangi – meja gambar. Karena gambarnya gajah dan hanya itulah kartu gajah yang pernah saya terima, saya suka sekali kartu itu. Meskipun waktu itu pacar saya bukan si mas kartu gajah, tapi kartu dari beliau sering saya pegang bolak-balik sambil senyum-senyum karena gambar gajahnya yang lucu!
Karena itulah kartu itu tidak disimpan di antara barang-barang ‘lama’, tetapi ada di antara barang-barang yang terakhir dibereskan sebelum saya pindah dari tempat kost dan kembali ke rumah orangtua. Dengan berteriak eureka!, saya pun mengumumkan kepada mas kartu gajah, kalau saya ketemu kartunya!
Kartu gajah yang masih spesial
Beberapa bulan setelah kami bertemu setelah 13 tahun berpisah tanpa kabar, saya ulang tahun lagi. Mas kartu gajah surprisingly mengirimkan kartu gajah dari Belanda untuk saya (kami belum menikah saat itu). Sejak itu, kartu gajah menjadi semacam ‘the pact’ di antara kami: kalau dia akan memberikan saya kartu gajah setiap kali saya ulang tahun.
10 tahun sudah berlalu dan 10 kali sudah saya menerima kartu gajah dari mas kartu gajah yang sekarang saya sebut pak suami. Tidak ada lagi Pak Pos yang menjadi perantara, mengantarkan kartu ajaib yang akhirnya mempersatukan dua insan yang sedang mengembara.
Tetapi cerita ini, cerita cinta kami, cerita kartu gajah yang tidak pernah lupa – kalau tidak ada Pak Pos saat itu yang mengantarkan kartu ulang tahun dari seorang pria muda yang meskipun hatinya terluka karena cintanya ditolak tapi tetap ingat apa binatang kesukaan saya – kalau tidak ada Pak Pos, mungkin kisah kasih kami berhenti begitu saja.
Jadi, terimakasih Pak Pos. Siapapun bapak, yang harus berjalan berpeluh di jalan Pelesiran yang tanjakannya curam – kami berhutang budi pada bapak. Hatur nuhun, Pak Pos! Hatur nuhun sebesar-besarnya!
Aaah… So sweet… 😍😍
Awas sakit gigi, hihihihi
Awwwww. Dea, kisah Mas Kartu Gajah indeed romantis sekali. Ehehe. Jodoh memang tak disangka ya Dea. Walaupun sudah jauh-jauhan, kalau memang sudah menjadi soulmate, ya akan ketemu ehehe.
Btw masa kecilku langganan ke kantor pos, karena suka surat suratan. Yang paling berkesan adalah rajin mengirim surat ke beberapa Kedutaan Besar yang berkantor di Jakarta dalam rangka minta perangko buat dikoleksi. Wkwkwk. Dea juga sempet berfilateli endak saat kecil?
Sueneeeng banget dapat balasan dari Kedutaan Besar Vatikan, saya dapat banyak banget perangko Vatikan, itu pun yang masih baru. Perangkonya besar besar dan bergambar gereja gereja di Vatikan. Baguus. 🙂
aahh sweet banget sih cerita si kartu gajah ini, akhirnya memang berjodoh ya
ikut ketawa baca bagian ini : #Entah kemana buku TABANAS saya. Yang jelas uangnya sudah dipakai Mama untuk kebutuhan rumah tangga….itu juga kejadian di rumah ku hehe.
So sweet banget teh. Ini harusnya jadi cerita2 cerpen atau apa ya, mirip film.
Aku pernah suka kirim kartu lebaran via pos, juga kirim lowongan, serta kirim ke sahabat pena
Aaaak manis sekaliiiii, kalo jodoh tak akan kemana.
Baca ini jadi inget dulu kalo jelang lebaran, suka beli kartu kartu lebaran di toko buku dan ngirim buat teman teman, hepi banget kalo ternyata dpt kiriman juga. Ah rindu masa masa itu
Btw, mau dikirimin kartu gajah yang bahan kertasnya dari poopoopaperpark nya gajah ngga? Hehehehe.. tapi pastinya ga akan mengalahkan kartu gajah dari mas L ya, hehehehe…
Udahlah cerita ini dijadikan fiksi aja, kita bikin filler 13 tahun antara kartu gajah pertama dengan kartu gajah ke-2, bisa jadi 1 buku deh pasti, hehehe…
Fillernya so pasti relationship lain yang gagal total dong 😂