Surat Buat Si Apa πŸ’Œ

Dear Apa,

Sudah lama sekali aku tidak menulis surat seperti ini. Waktu berlalu, teknologi semakin maju, dan rasanya menulis surat hampir tidak dibutuhkan lagi. Dulu, waktu aku ingin menghubungi kamu, hanya lewat surat aku bisa menumpahkan segala isi hatiku. Telepon terlalu mahal untuk dipakai berlama-lama bercerita.

Ah masih ingat, seperti baru kemarin saja rasanya aku bersama-sama kamu mengantri di wartel. Itu singkatan dari warung telekomunikasi – buat para pembaca yang masih muda belia dan nggak sempat mengalami indahnya ngobrol di bilik sempit berbau rokok yang gagang teleponnya sudah dipegang dan berdekatan dengan bibir siapa saja. Lucunya waktu itu kok rasanya sah-sah saja ya. Maklum, belum ada yang namanya virus Corona. πŸ™ˆ

Apa, masih ingat nggak kamu – dulu kalau aku kangen rumah, kita sama-sama ke wartel. Setelah menghabiskan kira-kira lima belas ribu, kita sama-sama berjalan pulang ke kost. Lewat perempatan yang penuh dengan jajanan yang enak, lalu kamu menarik tanganku – aku lapar, katamu. Padahal kita baru selesai makan malam. Atau kita bela-belain jalan jauh malam-malam ke daerah Ubur-ubur hanya untuk membeli martabak bangka. Haha, indahnya masa-masa itu ya.

Sekarang aku nggak bisa lagi seperti itu, Pa. Dokter bilang aku nggak boleh lagi makan di atas jam delapan malam. Maklumlah namanya juga sudah hampir kepala lima. Harus jaga-jaga makanan. kalau kamu gimana kabarnya, Pa? Sehat-sehat semua? Atau mulai rontok kiri-kanan seperti aku juga?

Haha, aku yakin kamu pasti bingung kenapa tiba-tiba menerima email seperti ini. Maunya sih aku menulis surat beneran – snail mail kalau kata orang Chicago mah. Tapi aku nggak tahu alamat rumahmu. Plus, aku selalu merasa gagu kalau harus berurusan dengan kantor pos. Rasanya malu bertanya harus pakai perangko berapa kalau mau kirim surat ke Jakarta.

Hahaha… kok bisa ya, padahal dulu kita sempat kan saling berkirim surat waktu liburan naik ke tingkat dua? Masih kusimpan lho semua surat darimu. Berpisah beberapa minggu saja diisi surat-suratan. Aku masih ingat kamu cerita tentang martabak, kenapa namanya martabak terang bulan dan bukan martabak bangka. Dan satu surat yang kamu tulis dengan tangan kiri – supaya otak kanan tetap terasah katamu, hahaha.

Ah tuh kan, aku mah orangnya suka nggak fokus. Sampai lupa meneruskan. Iya, aku nulis email panjang lebar begini dan bukan pesan telegram seperti biasa karena aku disuruh sama Komunitas Mamah Gajah Ngeblog. Mulai tahun ini, mereka ngadain program β€˜Nulis Kompakan Mamah Gajah Ngeblogβ€˜, semacam blog walking gitulah, tapi temanya harus sama. Tema bulan ini ceritanya adalah Menulis Surat.

Aku sebenarnya sih kurang sreg dengan tema-nya. Soalnya nulis surat trus ditaruh di blog itu kan sulit. Kalau aku memang mau tulis surat, pasti aku kirim ke kamu beneran kan. Dan bukan di copy-paste di sini. Tapi yah, namanya ibu-ibu kan ada aja idenya, Pa. Demi kebersamaan ceunah. Eh iya, kamu kan mamah gajah juga. Kalau kamu mau, bisa lho ikutan MGN juga.

MGN ini seru kok Pa. Kamu tahu kan aku suka gagap kalau temenan dengan sesama perempuan. Tapi ibu-ibu MGN ini lain. Eh, atau akunya yang udah mulai berubah ya, hehehe. Tapi pokoknya mereka baik-baik deh. Aku jadi belajar banyak hal gara-gara temanan sama mereka.

Misalnya saja perkara nge-blog ini. Atau belajar Canva – itu tuh, yang bikin gambar di atas cantik menul-menul. Itu dibuat pakai aplikasi namanya Canva. Tadinya aku pakai versi gratisan aja, belum ada ide mau langganan beneran. Eh gara-gara salah satu mamah di MGN aku dapat hadiah langganan Canva versi beneran! 😍 Keren kan Pa!

Hehe, jadi gapapa ya Pa, meski suratku ini agak aneh. Kamu pasti tetap suka membacanya (ih aku geer aja πŸ˜…). Soalnya terakhir kali aku menulis email panjang lebar begini itu buat suamiku. Kamu ingat gak waktu itu – waktu dia datang ke kost kita, lalu aku ngumpet di kamar kamu karena nggak suka? Karena benci-benci rindu?

Hahaha, anehnya masa-masa itu. Duh, Apa, kalau ingat semua, aku pingin banget ketemu sama kamu! Sejak kita lulus dulu, lalu kamu sekolah ke Rusia, semua jadi terasa berbeda. Beneran deh, kebersamaan kita di tahun-tahun pertama itu sungguh merupakan masa yang berharga buat aku.

Tapi aku bahagia, aku bangga melihat kamu yang sekarang. Apa temanku yang baik, Apa yang pintar main flute. Oh iyaaaa! Ingat kamu ingat flute! Aku lupa cerita, si Kecilku mulai bulan lalu ikut les flute juga! Haha, aku bingung kenapa dia spesifik sekali mau main flute. Sejak umurnya masih empat tahun sampai sekarang pilihannya nggak pernah berubah. Mungkin itu semua karena dua puluh tahun lalu, ovum-ku yang isinya dia suka mendengarkan pembicaraan kita ya soal Marching Band Wadrita.😝

Ih tau-tau udah panjang aja deh ceritaku di sini. Jangan bosan membacanya ya, Pa. Semoga segera kalau neng Corona sudah tidak nyinyir lagi, kita bisa ketemu langsung dan ngobrol-ngobrol kayak dahulu kala. Udah dulu ya Pa, ntar kita sambung lagi!

Muah-muah penuh cinta,

Catatan: surat ini fiksi semata, meski ada beberapa detail ada benarnya. Bes, I do really miss you! ❀

10 Thoughts on “Surat Buat Si Apa πŸ’Œ

  1. Dea, kita ternyata sesama anak wartel ya hehe. Sekarang kayanya udah ga ada lagi, karena semua orang udah punya handphone. Bener juga ya, kalau dipikir-pikir wartel itu ngga banget deh, sempit, dan sebagian besar memang bau rokok. Dulu kalau lagi jalan-jalan pasti nyempetin nelpon ke rumah di wartel, tapi karena interlokal cuman sebentar aja, cuma bilang sekarang ada di mana haha.

    Semoga si Corona bawel dan nyinyir ini cepat pergi ya, biar bisa ketemu langsung dengan Apa lagi.

  2. Warteeelll… Masih ngalamin, bahkan telp ke rumah minta jemput kalau telp umum lagi rusak terpaksa ke wartelπŸ˜…

    Salam buat Apa ya teh, heheheh

  3. waaahhhh … aku jadi inget wartel di dekat salon memori simpang dago.
    sering call ke rumah tapi mamah yang bayar di sana apa ya itu namanya? maklum anak kos uang saku terbatas ha3 …
    thanks ya udah nulis ini suratnya keren banget.

  4. Setuju! Memang mamah MGN asik-asik.
    Aku juga masih ngerasain wartel, jaman waktu SMP. Bukan untuk telepon orang tua, tapi untuk iseng aja.hahaha. dan emang bener bau roko

  5. Teh ini nulisnya pakai inisial bukan karena lupa nama aslinya Si Apa kan ya? haha. Setuju banget ikut MGN asyik mamah – mamahnya baik – baik. Aku gabung Telegram KLIP degdegan sendiri nih teh heuheu. Soalnya aku nggak bisa gaul X)) Lah kok malah curhat dimari.

    1. Wah si Apa pasti sueneeng banget nerima surat dari Dea, teman dekatnya dulu dan sekaligus teman kost-nya ehehehe.

      Waduh di atas jam 8 malam mah, daerah Ubur-ubur banyak jajanan menggoda buat anak-anak kost ehehe.

      Salah satu habit si Apa ada yang sama niy, menulis tangan kiri untuk mengasah otak kanan. Ehehe. Namun ga hanya sebatas menulis saja, tapi melakukan beragam hal lain.

      Btw aku tau banget niy Mamah pemberi hadiah CANVA PRO, Mamah May πŸ™‚

      Semoga terwujud ya bisa bersilaturahmi kembali dengan si Apa. πŸ™‚

  6. Aku jadi nebak-nebak daerah Ubur-ubur itu di mana. Apakah yang belakangnya ada “bur”-nya? Hahaha.. Btw, bagian ovum yang nguping obrolan tentang marching band kocak banget :))

  7. wartel.. trus ada juga warnet yah hihi.. wartel buat minta jemput atau nelpon gebetan soalnya kl nelpon dr telp umum ga bisa ke nomor hp yang depannya angka 0.. bener ga sih? hihihi

Leave a Reply to Sri Nurilla Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *