Adalah sebuah pernyataan umum bahwa perempuan lebih terampil dalam mengerjakan banyak hal dalam waktu bersamaan (multitasking) dibandingkan dengan laki-laki.
Lihat saja para bapak yang dengan tenang bangun di pagi hari dan bersiap-siap untuk bekerja. Sementara sang ibu harus bangun lebih pagi, mempersiapkan sarapan untuk seisi rumah, mempersiapkan anak-anak untuk siap bersekolah, sambil sekaligus membereskan rumah. Bapak bisa ‘mengurus dirinya sendiri’, sementara ibu perlu mengurus semua orang, dan baru – bila ada waktu tersisa – mengurus dirinya sendiri. Semua serba disambil-sambil.
Tentu saja ini adalah gambaran general yang tidak tentu terjadi di setiap rumah tangga. Agak men-stereotype, tapi ya, begitulah kira-kira.
Tantangan TTM KLIP minggu ini bertema: “Tips menghadapi banyaknya tenggat waktu.” Dengan TTM ini diharapkan para anggota KLIP bisa berbagi kiat dan cerita bagaimana bekerja dengan efektif sehingga pekerjaan selesai tepat pada waktunya.
Latar belakang
Table of Contents
Tantangan kali ini menarik, tapi juga membuat sungkan. Saya hanyalah ibu rumah tangga biasa dan tidak punya karir sampingan yang gemilang – kok rasanya nggak pantas berbagi tips. Gak ada cerita sukses, gak ada hal yang luar biasa. Tapi ya karena saya pengurus TTM jadi saya mulai saja hehehe.
Ibu rumah tangga biasa
Posisi saya saat ini adalah ibu rumah tangga, dengan suami dan dua anak. Tugas saya sehari-hari adalah mengurus keluarga, rumah, berbelanja, menjemput anak-anak dari sekolah (biasanya suami yang mengantar), dan mengantar mereka ke tempat les mereka.
Karena kami tinggal di rantau, semua hal harus dikerjakan sendiri. Dua tahun ini terasa agak ringan dibandingkan sewaktu anak-anak masih balita. Tetapi seiring bertambahnya usia mereka, bertambah juga aktivitas yang perlu diikuti. Les, olahraga, terapi – dari Senin sampai Sabtu, selalu ada yang harus diantar untuk kegiatan setelah jam sekolah.
KLIP
Awal tahun 2021 ini saya bergabung dengan KLIP. Sejak itu saya punya rutinitas baru: menulis setiap hari. Sebelum jam 19 malam saya perlu setor satu tulisan. Mulailah sebuah kebiasaan baru untuk memenuhi deadline harian (selain cucian, setrikaan, dan urusan anak-anak).
Beberapa minggu lalu saya juga diminta untuk membantu pengurus KLIP untuk mengurus kelas TTM. Tugas pengurus kelas meliputi membuka TTM dan menutup tiap minggu, juga menyiapkan tema beserta segala printilan tulisan dan gambarnya. Tidak banyak sih, tapi ya tetap saja harus dikerjakan. Karena sampai saat ini saya belum ketemu jin Aladin yang bisa disuruh membuat semua pekerjaan beres sendiri secara ajaib.
Jurus semangat biar semua kewajiban berjalan baik
Seperti saya cerita di atas, sebenarnya saya belum pantas untuk berbagi tips karena saya pun masih belajar untuk bisa menjalankan semua kewajiban dengan baik. Masih banyak pekerjaan yang tertunda atau bahkan terbengkalai sama sekali.
Tapi kan kita sama-sama belajar ya.. Jadi biarpun random usahanya dan random hasilnya, berikut hal-hal yang (terkadang) saya lakukan supaya tidak terbelit deadline.
Orang Belanda yang selalu on time
Satu hal yang saya pelajari di sini adalah orang Belanda sangat menghargai ketepatan waktu. Kalau kita orang Indonesia terkenal dengan jam karetnya, mungkin jam orang sini dari stainless steel semua.
Kalau kita punya appointment jam 10 pagi, mereka akan muncul persis jam 10 pagi. Tidak terlalu cepat datang, dan juga tidak terlambat. Entah mereka pintar banget menghitung waktu sampai bisa pas seperti itu, atau mereka sebenarnya datang sudah lebih awal lalu menunggu di mobil… entahlah. Yang jelas saya selalu kagum karena ketepatan waktunya.
Lambat laun ya saya ikut belajar juga untuk datang tepat waktu. Tapi toh masih berjuang juga. Menjemput anak-anak yang harusnya tepat jam 14.30 saya sering lakukan jam 14.40. Alasannya? Biar sekolahnya agak sepi dulu supaya tidak bertemu dengan banyak orangtua lain (preventif covid). Tapi ya itu juga sebenarnya excuse belaka. Alasan sebenarnya adalah saya hobby menunggu sampai last minute baru berangkat.
Berbaju rapi
Ini juga saya pelajari di sini. Kalau ngintip dari jendela rumah-rumah orang sini yang sering terbuka tanpa tirai, saya sering melihat rumah mereka yang rapi jali dan orang tua yang sedang duduk membaca buku sambil berbaju rapi seakan mereka mau bepergian.
Tidak hanya sekali tiba-tiba ada orang yang mengebel pintu rumah dan kaget karena saya membuka pintu hanya berbaju daster saja. Bagi mereka daster itu ya piyama. Dan kok ada manusia masih pakai piyama jam 1 siang itu di luar nalar mereka.
Sejak itu saya pun belajar, bahwa berpakaian rapi sejak bangun tidur itu sangat berpengaruh terhadap produktivitas hari itu. Itu alasan kenapa orang Belanda selalu langsung berganti baju rapi setelah bangun tidur, bahkan memakai sepatu di rumah. Bahkan di rumah sakit waktu sempat diopname saya pun dianjurkan untuk tidak memakai piyama!
Dengan siap berpakaian, saya menjadi siap untuk kapan saja pergi bila diperlukan. Tidak ada lagi keengganan untuk siap-siap dan berganti baju yang bisa menjadi salah satu faktor terlambat untuk bepergian. Pekerjaan rumah pun dilakukan dengan lebih semangat karena settingannya bukan sambil malas-malasan.
Buku catatan
Setiap pagi saya berusaha menuliskan di buku catatan apa saja hal yang perlu saya lakukan saat itu. Terkadang di samping to-do-list yang saya buat, ada catatan apa saja yang harus dibelanjakan.
Karena daerah kekuasaan saya adalah dapur dan meja makan (dapur saya bersatu dengan ruang makan), jadi buku ini tergeletak tiap hari di ujung meja makan tempat saya selalu duduk. Di situ juga ada buku catatan lain, untuk mencatat ide tulisan apa saja yang sempat lewat ketika saya sedang berkegiatan.
Nantinya catatan ide ini yang bisa dituangkan di dalam tulisan untuk blog atau setoran KLIP.
Dengan mencatat, kepala saya jadi tidak penuh dengan terlalu banyak mental-notes. Saya bisa bekerja dengan lebih tenang sambil kadang-kadang melirik apa saja yang perlu saya lakukan.
Eat that frog
Salah satu buku kecil yang saya suka: Eat That Frog karya Brian Tracy. Intinya kerjakan pekerjaan yang paling berat dulu, yang paling malesin, tapi juga ternyata sering yang paling penting. Seperti kodok (jahat sih ini analoginya terhadap kodok) yang terlihat tidak menarik, justru kodok ini dulu yang harus kita kiss makan duluan.
Jadi kalau di list saya ada hal-hal yang paling malesin, contohnya olahraga – ketika anak-anak pergi sekolah buru-buru saya pakai sepatu dan jalan kaki keluar rumah setengah jam. Karena kalau udah keburu kerjain yang lain dulu, hal ini pasti jadi momok yang nggak akan kunjung dikerjakan sampai hari berakhir.
Di komunitas menulis MGN yang saya ikuti ada tantangan menulis bulanan: setiap bulan ada tema baru dengan deadline pengumpulan tulisan diberikan sampai akhir bulan. Ini juga adalah salah satu frog buat saya. Beberapa bulan ini saya berusaha mengakali dengan berusaha menyelesaikan tulisan secepatnya dan menjadi satu dari tiga pengumpul pertama.
Selain dapat piagam pengumpul tercepat (kan seneng dapat piagam digital hehe), saya juga jadi bebas nggak usah berpikir kapan harus memaksakan diri untuk mencium memakan kodok ini.
Teknik Pomodoro
Teknik Pomodoro adalah sebuah teknik manajemen waktu menggunakan timer. Pomodoro adalah bahasa Italianya tomat, diambil sebagai nama karena pada mulanya, penemu teknik ini Francesco Cirillo menggunakan timer berbentuk tomat. Tapi kita boleh kok pakai timer berbentuk apapun. Saya biasa menggunakan timer di jam tangan.
Teknik ini mengajarkan untuk fokus pada satu hal (bukan multitasking ya) selama 25 menit. Konon, itu adalah span waktu terlama otak kita bisa berkonsentrasi dengan efektif. Lebih dari 25 menit sebenarnya proses berpikir sudah tidak efektif lagi karena otak kita sudah jenuh.
Setelah 25 menit selesai, kita boleh istirahat selama 5 menit. Lalu kita kembali bekerja selama 25 menit. Kalau kita sudah kerjakan 4 session Pomodoro (4 kali 25 menit plus istirahat di antaranya), kita ambil istirahat yang lebih panjang, 15 – 30 menit.
Sebagai seorang pembosan dan juga punya banyak jenis pekerjaan yang harus diselesaikan, saya menggunakan Pomodoro ini untuk mengerjakan banyak pekerjaan secara progresif. Misalnya saya membatasi waktu 25 menit untuk menyetrika. Lalu istirahat dan 25 menit untuk cuci piring. Lalu istirahat dan 25 menit menjemur baju. Lalu 25 menit menulis.
Seperti multitasking tapi sebenarnya bukan. Saya cuma rotate pekerjaan biar masing-masing ada terpegang, dan saya tidak bosan. Entah cara ini efektif atau tidak, tapi ini bisa mengatasi rasa malas saya untuk mengerjakan pekerjaan yang sebenarnya butuh waktu lama. Misalnya pekerjaan menyetrika, kalau sampai selesai kan udah malesin duluan. Tapi 25 menit mah bisa dikerjakan.
Scheduled Post
Satu hal yang saya pelajari setelah menjadi tim kelas TTM adalah bahwa Facebook memberikan feature scheduled posting. Sebenarnya hampir semua sosial media ya punya fasilitas ini, termasuk Instagram, Blogspot dan WordPress dan banyak lagi.
Dengan feature ini, saya bisa misalnya menyelesaikan 4 tema TTM untuk satu bulan, dan posting sekaligus dengan menjadwalkan tema ini untuk tayang tiap hari Senin pagi. Dengan demikian saya tidak perlu rungsing subuh-subuh waktu Belanda posting apa tema yang baru untuk minggu ini dan seterusnya.
Hal ini sangat membantu proses efisiensi pekerjaan saya. Yang seharusnya dikerjakan tiap minggu, bisa selesai dalam satu kali pekerjaan.
Satu hal yang mirip dengan scheduled post ini adalah usaha saya menghemat waktu di dapur. Caranya bisa diintip di sini.
Bersahabat dengan realita
Sekali lagi, semua yang saya tulis adalah random teori yang dipraktekkan secara random juga. Ada masanya saya cukup efektif mengerjakan semua, ada masanya saya hanya mau tidur tiga hari penuh dan tidak mau mengerjakan apapun juga.
I’m not a super mom
Di awal masa pernikahan, saya masih aktif membagikan keseharian saya melalui media Facebook. Karena kami menikah dan tinggal di Belanda, posting keseharian saya di FB adalah cara saya berkoneksi dengan keluarga dan sahabat yang nun jauh di sana.
Terkadang ada yang berkomentar bahwa saya adalah seorang super mom. Punya dua bayi, tidak ada pembantu, masak enak-enak setiap hari dan sibuk dengan hobby craft dan menjahit. Yaaah.. Namanya juga sosmed ya. Yang muncul kan yang cantik-cantik saja. Mana dilihat orang ternyata tempat tidur saya tidak beres selama 4 hari, atau bahwa suami saya ribut mencari baju bersih tapi ternyata tidak ada.
Tapi sejak awal, saya sangatlah sadar bahwa saya bukanlah seorang super mom, and I will never be. Saya cuma seorang ibu yang berusaha untuk survive dari satu hari ke hari berikutnya – in all literal meanings.
Buat saya, hidup setiap hari adalah sebuah anugerah, dan kalau bisa saya bisa menggunakan anugerah ini sebaik-baiknya. Tidak perlu menjadi yang terhebat. Semua anggota keluarga bisa sehat, ada makanan, ada pakaian bersih, cukuplah. Sisanya kita kembangkan sebisanya. Kalau tidak mampu hari ini ya besok tidak apa-apa.
Tidak semua perlu diambil
Karena saya seorang ibu yang realistis, saya sadar bahwa tidak semua kesempatan perlu diambil. Setelah mengikuti KLIP, semesta seperti setuju kepada keputusan saya untuk mulai aktif berkomunitas setelah bertahun berfokus hanya di keluarga.
Banyak tawaran dan kesempatan di dalam komunitas yang lain pun terbuka. Saya sadar bahwa saya bukan wanita super yang bisa mengerjakan semuanya sekaligus, jadi saya pun sangat selektif untuk tidak terbawa emosi dan meng-iyakan semua ajakan.
Jangan sampai karena terlalu semangat di awal, malah akhirnya banyak yang terbengkalai.
Berteman dan belajar dari orang lain
Salah satu hal yang bisa bikin semangat adalah teman yang juga semangat. Saya banyak belajar dari teman-teman di KLIP, terutama seorang teman yang saya tahu bahwa dia adalah seseorang yang sama pemalasnya dengan saya, and yet dia banyak berubah dan belajar konsisten salah satunya melalui KLIP.
Jadi, jangan ragu untuk menulis pengalamanmu. Kita bukan hanya belajar dari buku-buku yang terkenal saja lho. Tapi pengalaman kita yang jujur dan realistis juga bisa membuat orang lain menjadi bersemangat.
Semoga tulisan ini bisa memberi sedikit inspirasi buat teman-teman seperjuangan di luar sana. Salam semangat!
Ibu rumah tangga keren ini mah kak!
Saya sepakat sama orang Belanda kak. Sejak menerapkan 7 to 7, sejak jam 7 pagi sudah pakai baju rapi (kaya mau pergi) walau yang diurus ya tetap cucian, jemuran, ngupas bawang. Hehe.
Maaf Elsa balasnya sejuta purnama. Ngaruh banget ya ternyata kalau dah pakai baju rapi!
teh Dea … ini beneran ya “orang Belanda sangat menghargai ketepatan waktu. Kalau kita orang Indonesia terkenal dengan jam karetnya, mungkin jam orang sini dari stainless steel semua.” he3 … bacanya geli deh! kan Indonesia dijajah Belanda tapi kok gak sama habitnya?
salam semangat
Hehehe.. tapi beneran lho teh.. aku pun nggak tahu gimana cara mereka kayak gitu. Beneran persssissss jamnya. Kecepatan juga nggak… kalau kita kan mah ya udah biar gak telat jadi terlalu cepat. Mereka beneran pas. Lama-lama jadi ngikut sih.
Tapi kayak urusan administrasi gitu, aduh di sini lelet banget. Di situ saya mengerti kenapa urusan kayak gitu di Indonesia lama 😀 😀 sisa peninggalan Belanda haha
Berbaju rapi dan menghargai waktu, catet !. Masih PR ni bagian berbaju rapi, apalagi sejak WFH berkepanjangan hehe..tapi bener ya, biar lebih semangat.
Aku baru tahu soal Pomodoro itu Dea, thanks for sharing ya, mau kucoba.
Makasih udah mampir May. Iya aku tahu Pomodoro dari orang yang suka jahit banyak, trus dia ditanya apa rahasianya dan bilang sistem 20an sekian menit ganti aktivitas gitu… Semoga bermanfaat yaaa
Senang baca tulisan ini. Ternyata mungkin benar ya, berpakaian mempengaruhi produktivitas. Suka lihat di film barat pada rapi kemejaan dan pakai sepatu di rumah mungkin gitu juga alasannya ya? Aku baru tahu ttg podomoro technique, menarik
Makasih teh Andin dah mampir… aku belum bisa sih serapi mereka, tapi aku pun nggak ngerti kayaknya emang cara mereka kerja itu efisien banget. Jadi di kala pagi2 anak-anak pergi rumah pabalatak, eh aku lewatin rumah mereka udah rapiiiiiiiii banget dan mereka duduk2 aja gitu bajunya rapih 😀
loh, perasaan aku udah baca ini lebih dari 1 kali, kenapa komentarku belum ada? Oh aku tau, kayaknya aku komennya langsung ke wa ya, hehehe…
Btw, mari sama-sama eat that frog, mau digoreng tepung atau goreng mentega? Hehehe…
Anyway, aku ga pernah berhasil pake teknik podomoro, tapi pake teknik: mulai saja dikerjakan, karena biasanya kemalasan terbesar itu adalah ketika memulainya.
Hehehe.. ternyata udah pernah nulis juga ya yang agak-agak soal deadline. yuk yuk, makan swike goreng, enak banget nyumm
Masya Allah Teh Dearnii, suka salut sama yg merantau dan ngerjain semua hal sendiri tanpa ART atau sanak saudara huhu jelas ga mudah bahkan urusan dapur aja udah ga mudah. D tanah air mah ga ada ART juga ada catering atau gofud. Cucian ga kepegang juga ada laundry kiloan huhu.
Bener ya teh supaya semangat produktif meskipun di dalam rumah aja ya harus berpakaian rapi. Sering liat di kartun2 disney atau film barat gitu kalau baju rumah itu piyama yg hanya dipakai tidur hehe dan heran ternyata beda ya dengan di Indonesia. Teknik podomoro bermanfaat banget teeeh sama sy juga suka bosenan. Dulu nyusun tesis pakai cara itu. Kalau satu sesi udah jenuh, sesi berikutnya dipake main bermakna sama anak hehehe. Sehat2 terus ya teh di sana 🙂
Teh makasih yaa sharingnya. Teknik Pomodoro ini emang terkenal banget ya, tapi teteh menjelaskan teknisnya untuk IRT jadi related banget. Aku mau coba, kayaknya kalo diwaktu gitu lebih banyak bisa selesai ya. Soalnya kan kerjaan domestik never ending story 🤣
Aku suka sama kebiasaan orang Belanda berpakaian rapi ini. Ini salah satu bentuk self healing buatku. Kalo aku malah kadang suka niat banget dandan tipis-tipis biar mood lebih ngangkat. Tapi sejak hamil lagi mulai selow karena efek perut makin besar kayaknya 😆
Buatku, mothers are not superwoman and we don’t have to be one. But we must be A HAPPY WOMAN and we have the right to. Jika Ibu bahagia, rumah ikut bahagia ❤ salam hangat dari sini teh
Kebayang deh teh Patricia cantik2 gitu di rumah pakai make up tipis-tipis trus berpantun sama suaminya hihihihi… justru karena kerjaan rumah nggak akan ada abisnya aku pakai pomodoro ini untuk menghibur hati. Kadang malah nggak sampai 20 menit, aku pasang timer 10 menit asal udah mulai aja ngerjain yang satu itu.. lumayan kan adalah beberapa baju kesetrika dalam 10 menit dibanding nggak sama sekali 😀
Makasih ya teh dah mampir, salam semangat juga dari sini 🙂
Hallo Teh, makasih udah mampir ke sini… ini juga semua masih belajar kok. Di rumah dulu anak bawang jadi nggak biasa kerja, sekalian lah merantau biar belajar mandiri nggak berlindung di ketek emak terus 😀
Iya ya.. aku juga bosenan jadi pakai pomodoro biar gak jenuh 😀
Suka sekali dg tulisannya teeh..
Berarti di Belanda, baju piyama gak laku2 amat ya haha. Atau literally dipake pada mau bobok doang.
Teknik podomoro baru tau nih saya. Ide yg bagus buat ngerjain multitasking nih..
Btw jadi ibu rumah tangga dan bisa memanage dg baik itu juga sebuah prestasi teh.. jadi tetap semangat..
Dan setuju juga sama pernyataan di akhir2. Berbagi pengalaman sesuai realita. Saya kalo ngerjain tantangan MGN, ga pernah baca2 tulisan teteh2 lain yg udah duluan submit. Karnaa takut terpengaruh dan jadi ga original. Paling liat judul2nya aja supaya ga sama. Hehe
Thanks for sharing teeh Irene
Wah Deaaa. Ini tips nya pas banget buat para ibu rumah tangga, seperti diriku juga ehehe. Makasiiy ya Dea. Akhir akhir ini saya juga menerapkan teknik Pomodoro, dan memang efektif ya. Jadi fokus saat mengerjakan sesuatu tanpa memikirkan agenda berikutnya. Bedanya, saya memakai timer di HP saja, ehehe.
Yang EAT THE FROG, ahh ini nanti mau saya pakai, mengerjakan yang berat duluan. Ku baru tahu istilahnya niy Dea ehehe. Makasiiiy ya Mamah Dea. 🙂