Susah Beli Minyak di Belanda, Mak!

Begitulah jeritan emak-emak di Belanda beberapa hari belakangan ini. Sama seperti di Indonesia, minyak goreng menjadi sebuah komoditi yang sulit didapatkan di pasar sejak satu dua minggu yang lalu. Tadinya saya tidak terlalu ngeh kalau minyak goreng susah dicari. Maklum, sedang dikarantina. Masih ada sepertiga minyak bunga matahari di dapur dan kami pun tidak terlalu sering menggoreng sesuatu jadi saya tidak terpikir untuk membelinya. Sampai saya membaca sebuah postingan di Facebook Group orang-orang Indonesia yang tinggal di Belanda yang mengatakan kalau minyak goreng sulit dicari!

Pencarian minyak goreng

Ternyata semua itu benar. Ketika saya sudah boleh keluar rumah, saya pun pergi ke supermarket. Kabarnya satu pelanggan hanya boleh membeli satu botol saja. Yaa… nggak apa-apa lah saya pikir, satu botol cukup. Atau nanti gantian sama suami masuk ke supermarket supaya bisa beli dua. Tapi ternyata saudara-saudara, ketika saya sampai di dalam, rak tempat minyak goreng biasa dipajang itu K O S O N G!

Ngenes banget liat rak kosong kayak gini. Tanpa janji, tanpa kepastian.

Weleh-weleh! Tercekat juga saya memandang rak yang sepi dari botol-botol yang biasanya rapi terjejer di situ. Lalu teringat satu botol yang hampir kosong di meja dapur. Dan teringat juga headline berita yang sempat saya baca sekilas, yang mengatakan kalau urusan minyak ini akan berlangsung sekitar 4 sampai 6 minggu. Glek!

Buru-buru saya keluar dari supermarket langganan dan berjalan ke supermarket lain yang ada di satu komplek pertokoan yang sama. Biasanya saya jarang belanja di supermarket yang ini karena harga-harga di sana relatif lebih mahal dibanding yang lainnya. Tapi ini urusan minyak, bung! Mau tidak mau, suka tidak suka ya harus dicari juga.

Ternyata di sana masih ada minyak goreng. Bukan minyak bunga matahari yang biasa saya pakai, tapi minyak khusus untuk deep-fry. Entah apa bedanya, saya pun tidak pernah membelinya. Dari kemasannya terlihat sepertinya minyak ini dipakai khusus untuk menggoreng kentang, kroket dan teman-temannya yang butuh banyak minyak. Mungkin dia bisa lebih tahan panas dan bisa dipakai ulang lebih sering? Entahlah…

Minyak yang sempat tersisa adalah minyak khusus deep-fry.

Alasan utama saya tidak pernah membeli minyak ini adalah karena harganya dua kali lebih mahal daripada minyak bunga matahari. 😆 Tapi demi melihat memang tidak ada minyak bunga matahari di mana-mana, ya lebih baik membeli minyak yang mahal ini kan dibanding tidak punya minyak sama sekali?

Akhirnya setelah lelah mondar-mandir, saya datang kembali ke mobil kepada anak-anak yang sudah tidak sabar menunggu. “Mama beli apa aja sih? Kok lama banget!” ujar si Sulung agak kesal. Well, Mama nyari minyak nak! Hidup kita tergantung padanya, LOL.

Masih penasaran, besok harinya saya berkeliling ke toko/supermarket di kota saya, masih penasaran ceritanya. Saya masih berharap bahwa di hari yang baru, stok yang baru sudah akan diisi dan saya bisa membelinya.

Tapi ternyata ya semuanya hanya harapan belaka. Dari lima toko yang saya datangi, hanya ada satu toko yang masih punya minyak goreng yang tampak ‘biasa’. Saya menemukannya di toko Turki dan karena tidak bisa baca labelnya (dalam bahasa Arab), saya menebak kalau minyak inipun bukan minyak bunga matahari.

Minyak bunga matahari dari Ukraina

Berbeda dengan Indonesia yang banyak menggunakan minyak goreng berbasis minyak kelapa sawit, Belanda dan banyak negara Eropa lainnya biasa menggunakan minyak bunga matahari (sunflower oil) sebagai minyak untuk menggoreng.

Sebagai efek samping dari perang yang sedang berlangsung antara Rusia dan Ukraina, suplai minyak bunga matahari dari Ukrainapun mengalami penurunan. Gara-gara kasus minyak goreng ini, baru saya tahu kalau ternyata Ukraina dan Rusia adalah produsen terbesar bunga matahari dan segala produk turunannya (70-80% konsumsi dunia)!

Bunga matahari, komodoti pertanian Rusia dan Ukraina

Otomatis perang sekarang ini membuat pasokan minyak bunga matahari menurun. Dan bukan hanya ibu rumah tangga yang resah dan gelisah dengan keadaan ini, tapi seluruh produksi makanan. Karena ternyata, minyak bunga matahari juga digunakan dalam produksi margarine, roti, makanan bayi dan masih banyak lagi.

Belum lagi para penjual kentang goreng yang ada hampir di tiap sudut kota di Belanda. Snackbar adalah kios kecil yang menjual segala sesuatu yang digoreng: kentang goreng, frikadel, kroket, dan teman-temannya. Jadi, bukan saja orang Indonesia yang merana karena jatah gorengan berkurang, di sini juga!

Tepung terigu dan barang-barang kebutuhan lainnya

Selain hilangnya minyak bunga matahari dari pasaran, tepung terigu juga menghilang dari rak supermarket. Rusia dan Ukraina adalah pemasok tepung terigu bagi sepertiga kapasitas penduduk dunia.

Dampak perang ini mulai terasa sampai ke Belanda dan negara-negara tetangganya. Apalagi untuk Belanda, negara kecil mungil yang jaraknya hanya 300 kilometer dari ujung ke ujung (kira-kira sama dengan Jakarta – Brebes), banyak bahan-bahan baku yang tidak bisa diproduksi sendiri oleh Belanda dan harus dibeli dari negara yang lebih luas seperti Rusia dan Ukraina.

Bunga matahari lambang perdamaian

Agak ironis rasanya bahwa Eropa mengalami krisis minyak bunga matahari karena perang sekarang ini, karena ternyata untuk negara Ukraina, bunga matahari sudah sejak lama dijadikan simbol perdamaian. Bunga matahari adalah bunga nasional Ukraina, dan sekarang mereka menggunakannya untuk menyatakan bahwa mereka masih bertahan dan tidak mau menyerah kepada serangan Rusia.

Pin bunga matahari. Foto: Getty Image

Lepas dari urusan minyak ini, saya pribadi sangat berharap bahwa perang ini akan segera usai. Baik antara Rusia dan Ukraina, maupun perang yang masih berlangsung di beberapa negara di Timur Tengah, Afrika dan negara lainnya. Perang itu menyedihkan. Semoga seluruh negara yang masih punya pertentangan bisa menyelesaikan masalah mereka dengan cara yang damai. Amin.

One thought on “Susah Beli Minyak di Belanda, Mak!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *