Mewujudkan Obsesi Masa Kecil: Menjahit

Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan April 2022 ini bertema Aktivitas Favorit Mamah. Tantangan ini membuat saya mengingat kembali hobby yang sudah cukup lama ditinggalkan: menjahit.

Para tante yang menjadi inspirasi

Saya ini anak mami, tapi urusan hobby, saya tidak satu kiblat dengan Mama. Yang menjadi inspirasi adalah para tante di sekitar saya. Tante Nyoman, sahabat Mama pintar sekali menjahit. Dia yang membantu kami kalau ada tugas menjahit dari sekolah. Itulah pertama kali saya rasanya meleleh memikirkan betapa idealnya kalau seorang ibu bisa menjahit sendiri di rumah.

Waktu itu saya masih duduk di sekolah dasar, tapi minat kepada benang dan kain sudah membara di dalam dada. Saya melihat nenek yang tinggal dua rumah di sebelah kami selalu duduk untuk merajut. Setiap sore saya datang ke sana minta diajari merajut.

Sejak itu saya sering membawa rajutan ke sekolah. Teman-teman menertawakan dan mengatai saya nenek-nenek, saya tidak peduli. Saya ingat membuatkan teman gaun Barbie berwarna ungu dengan rajutan pertama!

Hal ini berlanjut sampai di bangku kuliah ketika berkunjung ke kamar kost teman dan melihat selimut jahitan ibunya. Atau mendengar cerita tentang mantan boss saya Ibu Hera, almh. yang menjahit baju anaknya ketika mereka masih kecil. Semua ini menjadi sebuah inspirasi: saya ingin bisa menjahit seperti mereka!

Membeli mesin jahit dengan uang sendiri

Sayangnya Mama tidak mau membelikan saya mesin jahit. Mungkin beliau pikir saya tidak serius dengan keinginan saya. Akhirnya ketika saya merantau ke Singapura dan punya dollar sendiri, saya membeli mesin jahit pertama!

Wah, rasanya luar biasa sekali punya mesin jahit sendiri! Hahaha. Mesin yang saya beli tergolong sederhana, bermerk Singer diberi nama: si Gadis Penyanyi.

Di Singapura saya belajar menjahit sendiri. Coba sana coba sini, sambil mencari dan belajar dari tutorial di internet. Kalau para arsitek lainnya sibuk meng-google hal-hal yang arsitektural, browser saya penuh dengan jahitan, rajutan, dan teman-temannya.

Waktu masih merajut, rajutan dibawa kemana-mana. Waktu sudah punya proyek jahit tangan, jahitan tangan dibawa sampai ke pantai juga! 😆 Pokoknya jangan bengong deh, nggak enak!

Bergantian dengan hobby merajut yang sudah belasan tahun dilupakan dan dibangkitkan kembali gara-gara Sep (ya, dia lagi!), saya merajut di mana-mana. Di bus, kereta, gereja, hawker, perpustakaan. Lalu pulang ke rumah menemui mesin jahit tercinta. Ya, akhirnya cita-cita saya mulai bisa digapai: menjadi perempuan yang terampil dengan kain dan benang.

Membeli mesin jahit lagi dan lagi dan lagi

Waktu saya migrasi ke Belanda, si Gadis Penyanyi tidak bisa saya bawa. Sebagai gantinya, suami baru saya (baru menikah haha), sesuai janjinya membelikan saya si Brother, mesin kedua.

Dari situ hobby (tepatnya penyakit) saya yang baru dimulai: senang membeli mesin jahit. Diawali dengan si Brother, dan lalu ada kebutuhan untuk membeli mesin obras karena tidak ada abang-abang tukang obras di sini, saya membeli mesin obras dengan merek yang sama. Jadi nama mereka: Brothers bersaudara.

Lalu saya jatuh cinta pada vintage sewing machine alias mesin jahit jaman baheula. Menurut hikayat, mesin tua itu jauh lebih kuat dan lancar dibanding mesin jaman now yang mostly berbahan plastik. Sebagai percobaan saya membeli mesin jahit Singer hitam seperti jaman nenek-nenek kita, dan itu adalah keputusan terbaik sepanjang sejarah perjahitan saya!

Kiri atas: Si Gadis Penyanyi, pertama saya. Tengah atas: Brothers Bersaudara. Kanan atas: si kembar vintage super kesayangan.. Bawah: ruang jahit terkini.

Si Singer yang tidak ada namanya ini akhirnya menjadi mesin yang saya pakai sehari-hari. Mesin yang suaranya lembut tapi bisa menjahit bahan-bahan yang tebal semudah pisau memotong mentega. Halah 😆. Saya benar-benar jatuh cinta dengan vintage machine. Ternyata memang benar, kualitas barang-barang masa lalu bisa melampaui barang-barang masa kini.

Singkat cerita, saya membeli tiga mesin vintage lain setelahnya. Kalau orang lain merasa bahagia kalau membeli baju atau tas baru, buat saya membeli mesin (dan kain) adalah terapi belanja saya.

Ikut les dan/atau belajar sendiri

Saya memulai hobby menjahit secara otodidak. Tapi kemudian saya merasa perlu untuk ikut les dan belajar langsung dari orang lain yang lebih ahli. Sewaktu saya sedang menunggu visa istri keluar, saya sempat ikut kelas di sebuah sekolah menjahit di Jakarta. Sayangnya tidak sempat diselesaikan, namun dari situ saya belajar cukup banyak teknik yang kemudian membuat saya agak percaya diri untuk belajar sendiri.

Di Belanda saya menghabiskan banyak waktu untuk mempelajari istilah menjahit di dalam bahasa Belanda supaya saya bisa membeli barang-barang yang diperlukan di sini. Waktu si Sulung masih tiga bulan umurnya, saya minta ijin ikut les menjahit kepada Pak Suami.

Hasil les dan belajar sendiri: baju dan ini-itu untuk anak.
Sekilas baju hamil (dan celana hamil!) karya sendiri ♥
Karya yang paling disayang: dua baju baptis untuk anak-anak. Semoga menjadi warisan yang dipakai anak cucu turun temurun.

Wah ingat sekali waktu itu saya harus bersepeda 11 kilometer pulang pergi malam-malam di musim dingin. Aduhai rasanya, tapi ya dilakukan dengan bahagia karena ingin sekali bisa menjahitkan baju untuk si bayi.

Setelah kami mempunya dua anak dan situasi sedikit lebih terkendali, saya sempat ikut kursus quilting di kota lain. Juga malam-malam! Menunggu suami pulang dari kantor lalu diantar ke halte tram terdekat untuk kemudian melanjutkan naik kereta lalu naik bus dan berjalan kaki hampir dua kilometer jauhnya. Duh, semua dilakukan demi bisa tahu lebih banyak deh tentang hobby kesukaan!

Kesimpulan yang saya ambil, untuk saya pribadi menjahit itu masih perlu belajar dari orang lain. Meskipun nanti ada banyak teknik yang bisa saya pelajari sendiri, tapi ada hal-hal yang tidak bisa didapat dari tutorial di internet, yang hanya saya dapatkan melalui hands-on experience.

Menjahit with purpose and friends

Yang namanya hobby, ya dilakukan kalau untuk membuat hati bahagia. Saya bahagia akhirnya bisa menjahit sesuai cita-cita sejak kecil. Hal lain yang membuat saya bahagia ketika menjahit adalah ketika bisa membuat orang lain bahagia dengan karya.

Gara-gara menulis tantangan ini, saya jadi menyusuri kembali foto-foto hasil jahitan lama, dan ternyata memang lebih banyak jahitan yang dijahit untuk orang lain dibanding untuk diri sendiri!

Sekilas karya yang menjadi kado untuk teman dan keluarga tersayang.

Tapi memang, sebuah hobby perlu dilakukan dengan sebuah purpose. Tanpa adanya tujuan tertentu, kadang kita menjadi gagu sendiri, tidak termotivasi untuk meluangkan waktu melakukan hal yang kita sukai.

Minggu lalu di sebuah Facebook group di sini saya melihat sebuah permintaan untuk membantu menjahit 1000 tas kain untuk toiletries bagi para korban perang di Ukraina. Every bag counts! Begitu kata iklannya. Saya membantu menjahit 10 untuk mereka.

Bukan cuma kursus menjahit saja yang dilakukan, tapi juga kursus men-service mesin jahit vintage kesayangan. Berkumpul bersama orang-orang yang sharing hobby yang sama itu bikin bahagia 🥰

Melakukan kegiatan bersama teman atau komunitas juga bisa membuat kita semakin semangat menjalani hobby. Sama seperti hobby lain saya yaitu menulis, yang terasa makin asyik bila dilakukan bersama mamah-mamah MGN, terkadang saya pun mengikuti workshop singkat demi bisa bertemu dengan sesama yang suka menjahit juga.

Begitulah sekilas cerita tentang hobby menjahit saya. Kalau Mamah, hobbynya apa?

19 Thoughts on “Mewujudkan Obsesi Masa Kecil: Menjahit

  1. Selama ini aku paling ga suka jahit-menjahit, rajut-merajut nih Dea, kayanya emang ga sabaran aja. Awal-awal pandemic Cici mau coba merajut, akhirnya kita beli benang dll. Belajar sama-sama dari Youtube tapi aku ga ngerti-ngerti dan malas mencoba haha, Cici super smooth, sekarang masih merajut tuh dia, dan udah bisa buat baju sendiri.

    Seru ya bisa menjahit itu, suka deh liatnya, termasuk liat vintage mesin yang banyak haha. Mungkin suatu saat kalau ada lebih banyak waktu luang aku mau coba juga, minimal bisa jahit yang sederhana2 kan ya, ga mimpi deh bisa jahit baju 🙂

  2. ya ampun teh Dea … keren banget ini. aku jadi kepingin nebus janji sama Teteh, anakku pernah minta kursus jahir dan minta dibeliin mesin jahit. aku sudah cek tempat kursus ada untuk remaja, tapi keburu pandemi … jadi belum kesampean deh!

  3. Dea, excited ku membaca tulisan Dea. 🙂

    Dulu Mamahku rajin banget menjahit, namun bukan karena hobby, melainkan mepet ehehe. Anaknya banyak tapi uangnya ga ada buat beli baju, akhirnya beliau memilih untuk belajar menjahit, jadi bisa menyediakan sandang buat anak-anaknya.

    Seiring berjalannya waktu, beli baju yang sudah jadi malah lebih murah dari jahitin sendiri ya Dea. Karenanya makin jaranglah kutemui orang yang suka menjahit. Sampai……ku mengenal Dea di MGN ehehehe.

    Takjub saya, Dea, di jaman sekarang masih ada yang menekuni dan mencintai kegiatan ini. Saya membayangkan, kalau saya bisa menjahit seperti Dea, mau bikin baju yang anti-mainstream ahaha.

    Portofolio karya jahitan Dea pun bagus-bagus. Duhhh. Selamat berkarya ya Mamah Dea. 🙂

  4. Menjahit… memang menyenangkan yaa. Saya terinspirasi menjahit karena ibu mengajar di sekolah keterampilan putri. Memanfaatkan mesin jahit di rumah, berkarya satu dua, ternyata menyenangkan. Sekarang sedang idle nih urusan jahit-menjahit. Mesin jahit saya lagi macet. Tapi terinspirasi tulisan ini, ah… jadi ingin njahit lagi.
    Tetap berkarya & menginspirasi ya, Teh Dea.

  5. Mantan boss-nya alm Ibu Hera, dari AR juga kah? Sepertinya kakak kelasku deh…
    Samma nih hobi kita menjahit. Pernah juga sempat bikin quilt gitu, sarung bantal & bed cover. Lama-lama engga telaten pas gunting-gunting potongan perca & padu padan warnanya.
    Sekarang nyaris jarang menjahit nih, mata sudah kurang bersahabat. Sejak pandemi, di rumah aja, baju engga ada yg baru 2 tahun ini. Kain-kain malah saya hibahkan… Jadi kangen menjahit lagi…

  6. Menjahit sebenarnya salah 1 skill yang I wish bisa di-master. Karena membuat sesuatu yang one of a kind kayanya seru sekali. Wah, mirip kaya masak ya, membuat sesuatu buat orang lain jadi happy

  7. Uh keren banget teh, hobinya konsisten. Liat pojok jait dan hasil-hasil jaitannya teteh saya amazed banget. Juga tentang perjuangan buat ikut lesnya luar biasa sekali, itulah hobi ya, bisa begitu

    Saya dulu pernah senang crochet, puncaknya bikin baju untuk balita saya, abis itu udahan 🤣, terakhir benang benang koleksi dan sisa-sisa saya garsel

  8. Waw sampai serius banget hobinya.. keren teh!
    Dulu sempet seneng juga pas sd. Dibeliin crochet sama ibu. Tapi karna ga fokus, lamaaa banget jadinya si pola yg udah ditentukan.. hahaha

  9. Sesungguhnya kalau bisa milih keahlian dan bakat aku pasti milih bisa masak dan jahit. Karena jadi bisa bikin-bikin buat orang lain. Cuma ya itu yang terinstall dalam diri ternyata bakat yang lain. Walaupun dibilang ketekunan mengalahkan bakat tapi kalau nggak ada bakat sedikit suka nggak jadi minat juga ya. Haha.

  10. Aku selalu kagum sama orang yang bisa menjahit, apalagi yang serius dan tekun kayak Teh Dea 😍. Pengen juga nih belajar menjahit betulan. Seru juga kalo bisa menghasilkan sesuatu.

  11. Wishlist yang akupengen pelajari yang saat ini belum kesampaian itu menjahit, kerjaanku sekarang ngumpulin kain aja, tapi gak ada satu pun yang kupotong dan jadi sesuatu.

    Semoga aku bisa kesampaian ya kayak teh Dea

  12. Waah cozy sekali sepertinya teh ruang jahitnya.. kebayang pasti betah berjam-jam di ruangan situ ya sambil menghasilkan karya atau baju.. 😍

  13. Keren banget Teh hobi dan perjuangannya melakoni hobi. Kagum banget deh, soalnya aku nggak bisa jahit sama sekali. Selalu lasut sama hal yang berhubungan dengan kreativitas dan motorik halus 😅

    Terapi belanja buatku adalah membeli sepatu lari dan sportgears hahaha

  14. Cita citakuuu pingin bisa jait, tapi baru dikenalin pola aja meleyot.. Ternyata susaah 😆 akhirnya berakhir di crochet, tapi semenjak punya anak malah ga pernah nyentuh benang lagi

  15. Saya suka ruang jahitnya. Wah, bisa seharian gak keluar dari situ ya kalau sudah tenggelam dalam jahit menjahit. Dulu saya pernah kursus menjahit dan design di Susan Budihardjo. Tapi tidak bisa lanjut karena kondisi yang mulai hamil anak kedua. Ngidamnya tidur, hahahahaha… Jadi PR jahitan gak selesai dikerjakan.

  16. Teh Dea, karya jahitannya memang bagus-bagus, tapi aku lebih tertarik sama gaya tulisannya teteh. Enaaak aja bacanya. Satu paragraf cuma terdiri dari sekitar 3 kalimat pendek. Kosakata yang dipakai juga simpel. Kesannya teteh orang yang kalem. Hehehe (kesimpulan yang gak nyambung)

Leave a Reply to Afina Raditya Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *