Dua hari yang lalu setelah menjemput J dari berenang dan O dari Power Kids, aku memutuskan untuk berhenti di tepi kanal untuk makan siang di sana. Duduk di pinggir air, memperhatikan kapal yang lewat dan menikmati angin yang sejuk. Hari itu cuaca sedang sangat enak, tidak terlalu panas tapi juga tidak terlalu dingin.
Karena kami sudah dekat dengan IKEA, aku tanya kepada anak-anak apakah mereka mau makan ijsje di IKEA. Jaaaa.. ijsje, IKEA, horreeee! Jawab mereka antusias. Kami sudah setahun tidak ke IKEA karena pandemi ini, jadi pergi ke sana somehow terasa spesial.
Aku mengajak anak-anak masuk sebentar ke dalam, membeli matress protector untuk di kamarku yang sudah rusak. JO sangat senang melihat komputer mainan di sana. Haha, dasar anak-anak, melihat hal segitu kecil saja sudah bahagia.
Setelah aku menemukan si pelindung kasur aku mampir ke bagian kain meteran. Sudah lama aku tidak menjahit dan sudah lama tidak ada keinginan beli kain. I believe I have at least 2000 meters of fabric in my inventory!🙈
Tapi di sana aku lihat satu rol kain yang cantik. Putih dengan bunga biru seperti pola Blue Delft. Dan di rak aku lihat harganya didiskon dari 5 euro menjadi 1 euro sekian. Wah, why not aku pikir. Mungkin ini bisa aku jahit menjadi bantal kursi.
Aku ambil kainnya dan aku ukur, hanya 1.5 meter saja. Ini kain terakhir dengan pattern bunga ini. Tidak kulihat lagi ada kain dengan pattern yang sama di yang lain.
Di IKEA sekarang kita tidak perlu lagi bantuan petugas untuk menghitung harga kain. Kita tinggal memotong sendiri kain yang kita pilih sesuai panjang yang kita butuhkan. Lalu bawa kain itu ke timbangan yang sudah terintegrasi dengan komputer dan printer label.
Mesin ini bekerja dengan cara menghitung massa jenis kain (kayaknya sih gitu, udah gak ingat apapun soal pelajaran Fisika 🙈 haha). Pertama kita potong kain sesuai keinginan, taruh di dalam keranjang untuk ditimbang. Lalu kita pilih nama kainnya sesuai dengan nama kain yang ada di rak. Di komputer itu selain nama juga ada gambar pola kain tersebut untuk memastikan kita memilih nama kain yang benar.
Nanti dari berat kain tersebut si mesin bisa tahu berapa meter kain yang kita mau beli. Lalu dia hitung berapa harganya dan kita bisa print labelnya lalu nanti kita bayar kain itu di kassa.
Di sini lah masalah terjadi. Kain berbunga biru yang mau aku beli itu tidak kutemukan gambarnya di komputer timbangan itu. Waktu aku masukkan nama yang ada di rak kain, nama itu menunjukkan gambar pattern kain lain.
Aku mencoba mencari nama kain ini di seluruh rak tidak ada. Aku cari di website IKEA juga tidak ketemu. Aku memandang berkeliling mencari petugas tapi tidak ada yang kelihatan.
Ya sudahlah. Mungkin memang kain ini sudah discontinue dan dikasih harga sesuai harga yang ada di rak. Lumayan lah 1.5 meter hanya 3 euro.. aku bawa saja ke kasir dan tanya di sana.
Ternyata urusan bertanya ini jadi panjang. Si kasir memanggil supervisor dan si supervisor pun sambil memandang aku agak curiga antara apakah tante tante ini jujur atau guoblok jadi tidak mengerti cara mesin bekerja – lalu dia menelepon rekannya dan bicara lama sekali untuk menanyakan perihal kain ini.
Anak-anak sudah tidak sabar mau keluar dan membeli ijsje seperti yang dijanjikan. Akhirnya aku kasih selembar uang 5 euro pada O dan menyuruh mereka membeli sendiri.. untuk kemudian dari jauh melihat dan menyadari kalau sekarang membeli es tidak bisa langsung pesan ke kasirnya tetapi harus pesan lewat mesin. Yang artinya aku harus bantu dan bayar pakai kartu ATM.
Saking lamanya menunggu si supervisor berbicara di telepon aku tinggalkan dia dulu untuk menemani anak-anak beli es krim. Sesudah selesai aku balik lagi dan bertanya aku harus apa dengan kain itu. Dia bilang dengan nada agak kesal kalau aku harus ke atas kembali ke bagian kain untuk mencari petugas dan ngeprint label yang baru yang sesuai dengan nama kain ini.
Alamak. Melihat anak2 yang sibuk dengan es mereka aku langsung males. Untuk kain yang gak perlu perlu amat dibeli dan tadinya mau kubeli karena ada diskon – dan ternyata sekarang gak ada diskon karena label diskon yang si petugasnya sendiri pasang itu salah tempat or whatever pokoknya gak akurat – untuk urusan kain ini aku harus bolak balik lagi ke dalam menarik anak-anak ini dengan es krim mereka?
Ah sudahlah. Memang sih kainnya cuantik. Tapi repotnya juga banyak. Harusnya aku tadi langsung bayar saja dan tidak perlu berusaha jujur bahwa nama kainnya tidak sesuai dengan gambarnya. Toh itu kesalahan petugas yang menaruh kain itu di rak yang salah. Dan kesalahan IKEA juga menjual produk yang sudah discontinue tapi tanpa penjelasan yang lengkap.
Atau haruskah aku kembali ke dalam dan berjuang untuk kain 1.5 meter ini? Akhirnya aku memutuskan untuk membawa anak-anak pulang. Entah apa nasib si kain itu di tangan supervisor itu. Akankah dia mengembalikan kain itu ke atas dan memberikan label yang benar? Atau sebenarnya kain itu sudah direlakan untuk dijual dengan nama lain plus diskon karena sebenarnya nama produk nya sudah tidak lagi terdaftar.
Yang jelas aku pulang dengan agak sedih hati karena kain putih biru itu cantik sekali. Tapi juga dengan rasa lega karena meskipun menyebalkan dan sempat tergoda, aku sudah memutuskan untuk jujur mengakui bahwa kain itu diberi label dengan harga yang tidak sama dengan deskripsinya.
Bagaimana dengan para pembaca kalau ada di posisi yang seperti ini? Akan cuek saja membayar meski harganya ternyata lebih murah dari seharusnya? Atau jujur bertanya pada petugas berapa harga sebenarnya? Dan akankah anda memilih masuk lagi dan membeli kain cantik ini, atau pulang saja karena males repot?
kemungkinan pertama aku ga melihat perbedaan label jadi bayar begitu saja, kemungkinan kedua kalau udah repot dan toh aku punya banyak stok kain yg belum dipakai aku ga akan jadi beli dan kerepotan yabg ada seperti semesta mengingatkan ga perlu beli kain lagi sampe stok di rumah berkurang, hehehe…
Haha.. ini merhatiin label karena nyari harga. Dan karena harganya murmer dan kainnya cantik makanya aku mau beli. Tapi iya sih, stok di rumah dah lebih dari cukup 😀
Kalau di Eropa perkara kecil begitu saja suka jadi ribet ya Teh 😅 Karena semua sudah computerized mungkin ya. Terus petugas juga males ribet. Kalau di sini kan petugasnya masih pake HT. Jadi tinggal hallo hallo. Prinsipnya juga masih “pembeli adalah raja” jadi lebih tidak males bantu 😁
Kalau aku juga pasti akan usah jujur sih teh. Soalnya kalau nggak jujur pasti adaaa saja perkaranya dan endingnya barangnya nggak akan bisa dipakai maksimal oleh kita. Jadi mending yang jujur jujur saja deh 😅
Kalau sadar dari awal bakalan jujur seperti teteh. Tapi males banget kalau harus bolak balik sendirian ngurusin barang yang gak pokok, jadi ditinggalin aja hehe.
Sama yah berarti kita Teh. Kalau repot banget tinggalin ajalah hehe
Kalau menurutku mungkin teteh lagi disuruh hemat dulu dan pakai kain yg ada di rumah 🙂 aku seriiing jg gitu kalau belanja di supermarket besar dl, ada keribetan di model/petugas ga ada, akhirnya ga jd beli. Mungkin memang ga jodoh. problema toko besar gitu ya, sudah masuk males masuk lg karena besar tempatnya
Bener teh, IKEA kan lorongnya panjang-panjang. Kadang aku merasa bersalah juga kalau ninggalin barang gak dikembaliin lagi di raknya (kalau gak jadi beli). Tapi kalau jauh banget plus bawa rombongan ya sudahlah heheheh
Wahhh saya membayangkannya kok tampaknya enak sekali ya tinggal di tempat Dearni berada? Di mana tepatnya, Dearni? Amsterdam kah??
Saya mengharap sangat ada foto ketika Dearni dan 2 putra putri makan siang di tepi kanal. Wahhh pasti indah sekaliiii 🙂
Oiya, saya kok tidak bisa melihat 3 foto selain foto JO sedang makan ijsje ya? Yang caption-nya: ‘Seneng banget ketemu mainan lama’; ‘Hasil karya JO’; dan ‘Mesinnya semacam ini tapi yang sekarang sudah ada komputernya.’.
IJSJE: mendapat satu kosakata baru yang artinya ice cream cone, ehehe.
Terkait dengan pertanyaan Dearni mengenai apa yang akan saya lakukan jika berada di situasi Dearni adalah, surprisingly, mirip sama para mamah niy, ehehe.
Menurut saya kalau sudah terasa sulit untuk mendapatkan suatu barang, itu sudah merupakan suatu cue bahwa that stuff is not meant to be your ‘baby’. Ehehe. Just let it go.
Hallo Teh. kami tinggal di sebuah kota kecil di sebelah Utrecht. Iya, kami beruntung sekarang ini bisa tinggal di tempat yang gampang akses ke udara segar dan alam. Meski kami bukan tinggal di pedalaman banget tapi masih banyak pohon, air, dan lain-lain. Tapi kota kami mah jauh banget soal keramaian dibanding Amsterdam. Di sini masih relatif sepi dan tenang.
Kok gak bisa ya fotonya dilihat.. kalau di komputer kali bisa? Aku sudah tambahkan tuh foto si neng di pinggir kanal. Begitu kira-kira suasananya. Makasih ya dah mampir 🙂
Wahhh makasiiy ya sudah melampirkan foto sang putri yang sedang berada di pinggir kanal, tampak sangat sejuk ya. 🙂
Iya Dearni, yang 3 foto lainnya, tetap tidak bisa saya lihat. Saya memakai laptop, Dearni.
Di sebelah Utrecth ya, saya baru tahu mengenai keberadaan kota kecil tersebut. Sungguh suatu tempat yang menenangkan dan menyenangkan. (tetiba saya menganalogikan lokasi Dearni dengan Virgin River, ehehe) 🙂
So much hassle ya teh jadinya, aku bisa bayangin..
Well aku sendiri orangnya males ribet apalagi untuk barang yang cuma selewat gitu aja aku temuin ya, jadi ya bakal let it go dan pulang aja. Kecuali barangnya emang aku cari dan aku butuhkan, I’ll do whatever it takes XD
Haha, bener, bener Teh. Memang usaha itu tergantung niatnya ya. Kalau emang diniatin ya diusahain. Kalau cuma seketemunya ya udah relakan aja kalau susah…
Yoi tehh…
Murah banget ya, sayang banget ga bisa dibeli karena masalah label. Tapi kalau masuk lagi juga repot, aku ngebayangin kalau disini masuk Ikea antri, di kasir juga harus antri, nanti ajalah kalau ke Ikea lagi.
Btw, aku ngebayangin 2000 meter kain itu sebanyak apa lho, kayanya banget banget kan haha.