Mendulang Ide dari Aliran Pemikiran Kita

Menjawab tantangan mingguan KLIP dengan tema “menemukan kepingan ide tulisan”, saya mencoba bercerita tentang bagaimana saya ‘mendulang’ ide yang bisa dituangkan dalam bentuk tulisan setiap harinya.

Ceritanya saya sudah dua hari absen dari setoran tulisan KLIP. Kenapakah? Kurang ide? Sebenarnya tidak. Dua hari yang lalu kebetulan saya punya waktu luang dan memutuskan untuk mencabut rumput-rumput dan tanaman liar di taman belakang rumah kami (dalam bahasa Inggris: weeds, dalam bahasa Indonesia: gulma – alamak, gulma! Sudah puluhan tahun tidak pernah dengar kata itu!). 

Mencabut gulma itu pekerjaan yang sepertinya saja ringan, tapi dalam prakteknya membutuhkan kesabaran karena prosesnya lama dan relatif membosankan. Biasanya saya mencabut gulma sambil mendengarkan musik, dan sambil jongkok dan menarik-narik rumput, pikiran saya sibuk menari kesana kemari. Menarik gulma bisa gampang, bisa susah. Kadang akarnya mudah terangkat, kadang sangat jauh tertanam di dalam tanah. Sontak saya jadi berpikir tentang perumpamaan tentang gulma dalam kehidupan kita – dosa dan kebiasaan buruk yang harus dibersihkan dari hati kita. Wah, ketemu deh satu ide buat tulisan berikutnya di blog ini!

Pikiran yang tiada henti – bak sungai yang selalu mengalir

Dalam kolom perkenalan KLIP minggu lalu saya ditanya, suka menulis tentang apa? Saya ini bukan penulis beneran, jadi menulisnya suka-suka saja. Biasanya saya menulis tentang apa saja yang saya pikir merupakan pelajaran hidup buat diri saya sendiri – hal-hal yang saya dapat dari pikiran saya selagi mengamati sesuatu, mendengarkan atau membaca.

Beberapa saat lalu saya pernah menulis tentang pikiran kita yang tidak pernah berhenti berbicara. Saya tidak tahu bagaimana dengan teman-teman yang lain, tapi otak saya tidak pernah berhenti bersuara! Apakah itu normal? Normal lho, hehehe. Saya rasa tidak akan ada saatnya otak kita benar-benar kosong dan kita total tidak berpikir apa-apa. Pasti selalu ada sesuatu di dalam pikiran kita di setiap detiknya. Dikala kita mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya idle seperti menyetir mobil, masak, menjahit, menyapu, mencabut gulma (haha), kita pasti mengerjakan semua itu sambil secara tidak sadar memikirkan tentang sesuatu.

Ada quote dalam bahasa Inggris yang bunyinya: “You should talk to yourself more than you listen to yourself.” Kita perlu lebih banyak berbicara kepada diri kita sendiri dibanding mendengarkan diri kita berbicara pada kita. Lho? Kok gitu? Bahasannya sudah ada di post yang dulu ya. Tapi intinya, karena otak kita tidak pernah berhenti berbicara kepada diri kita sendiri, ya kita ajak bicara balik saja!

Mendulang ide-ide keemasan di sungai pemikiran

Saya mengibaratkan kondisi dimana otak kita sibuk mengeluarkan ide dan pikiran (yang datang sendiri) sebagai aliran air sungai yang mengandung bijih-bijih emas di dalamnya. Di abad ke-19 sempat ada yang namanya Gold Rush di Amerika, di mana orang berbondong-bondong datang ke kota yang memiliki sumber emas untuk bekerja di tambang dan mendulang emas dari sungai yang ada di sana. Sama seperti proses mendulang emas, ide untuk menulis sebenarnya sudah ada di dalam aliran pemikiran kita yang tidak pernah berhenti itu. Tugas kita adalah mendulangnya – keruk sedikit air (dan pasir-pasirnya), sambil disaring kita bisa menemukan kepingan ide di dalamnya.

Sama seperti emas yang didapat dalam proses pendulangan itu biasanya adalah butir-butir yang kecil (namun berharga) –  ide yang kita peroleh waktu mendulang juga tidak langsung luar biasa. Kadang idenya cuma kecil saja… sambil masak tiba-tiba terpikir sesuatu yang unik, dan sambil meneruskan masak dan beres-beres kita bisa sibuk mengembangkan ide ini  lebih luas lagi. 

Kadang pengembangan ide ini bisa dilakukan sambil berkegiatan, nanti tahu-tahu ada ide lain yang sama topiknya dan bisa dikaitkan. Atau bisa juga sambil dituliskan sambil kita cari bahan pelengkapnya seperti referensi, contoh, dan lain-lain.

Apa, mengapa, bagaimana

Gimana sih persisnya mendulang ide? Bisa kasih contoh tidak?

Biasanya saya pribadi tidak pernah secara khusus berusaha mencari ide untuk menulis, sekedar memakai ide yang sudah menyangkut di pikiran saja. Tetapi karena ada tantangan mingguan KLIP ini, saya mencoba untuk dengan sengaja ‘mendulang’ ide di antara aliran pemikiran yang tidak pernah berhenti ini.

Setelah saya amati, ternyata secara tidak disadari saya hampir selalu memakai sebuah metode sederhana yang isinya kira-kira adalah apa, mengapa, dan bagaimana. Berikut beberapa contohnya…

Hari ini saya sedang ke KBRI di Den Haag. Apa yang menarik di sini? Toiletnya. Mengapa menarik? Sejauh ini saya sudah pernah mengunjungi dua kantor KBRI, satu di Singapura dan sekarang di Belanda. Saya perhatikan kebersihan dan standard toilet di dua KBRI ini hampir sama, yaitu standar bersih-nya Indonesia, yang mana masih belum sebaik standar kebersihan toilet dan fasilitas umum di dua negara tersebut. Nah, lihat kan? Ini saja sudah bisa dijadikan topik menulis. Mengapa toilet di KBRI belum baik mutunya? Apa makna dibalik kebersihan toilet ataupun ruangan lainnya di dalam kompleks kedutaan sebagai sebuah bangunan representasi bangsa kita di negara lain? Bagaimana memperbaikinya?

Contoh kedua, saya sedang lewat di kamar waktu saya melihat ada colokan headphone untuk keyboard tergeletak di lantai. Apa yang menarik? Colokan ini kalau di bahasa Inggris disebut sebagai audio cable yang dibedakan, female or male – perempuan atau laki-laki? Saya baru beberapa tahun ini tahu kenapa dia diberi nama perempuan atau laki-laki – karena bentuk mereka mirip dengan alat kelamin laki-laki/perempuan. Waduh! Topik pasutri! Hehehe, iya, benar topik pasutri. Tapi saya lantas berpikir kenapa Tuhan menciptakan bentuk kelamin yang berbeda bagi laki-laki dan perempuan… yang mana kalau dipasangkan keduanya membentuk pasangan puzzle yang lengkap sempurna. Tuh kan, sudah satu ide tulisan lagi?

Contoh ketiga, waktu saya mau ambil surat di laci, saya lihat lemari TV sudah berdebu lagi. Apa yang menarik? Debu, kok bisa gampang datang lagi padahal baru dibersihkan. Mengapa debu masuk ke rumah? Bagaimana cara menanggulanginya? Dan buat saya yang selalu sok-sok filosofis, saya akan bertanya pada diri saya, apa korelasi debu di dalam kehidupan manusia? Sampai-sampai ada sebuah lagu Malaysia yang tenar di jamannya, dengan lirik, 

“Engkau bagai air yang jernih,

Di dalam berkas yang berdebu…”

Nah, jadi debu yang mengesalkan di rumah kita ternyata bisa jadi topik tulisan yang menarik juga kan…

Semacam inilah yang saya maksud sebagai mendulang ide – di antara pikiran kita yang berjalan terus, pasti ada satu hal yang lebih menarik dibanding hal lainnya, yang kemudian kita bisa kembangkan menjadi satu cerita.

Perempuan punya banyak cerita!

Sebenarnya agak lucu kalau statistik menyebutkan bahwa di dunia ini ada lebih banyak pengarang laki-laki dibanding pengarang perempuan – dengan perbandingan 70% buku best-selling dikarang oleh laki-laki, dan 30% oleh perempuan. 

Kenapa lucu? Karena secara kodrat, perempuan itu lebih cerewet dari laki-laki. Perempuan punya banyak cerita. Perempuan juga punya imajinasi yang tinggi. Tidak percaya? Contohnya kalau seorang istri terlambat pulang, sang suami biasanya tenang-tenang saja tunggu di rumah. Satu-satunya alasan dia kurang tenang mungkin adalah karena anak-anak rewel dan belum ada makan malam.

Tapi kalau suami yang jam 11 malam belum pulang dan tidak kasih kabar? Waduh, segala macam skenario bisa ada di kepala sang istri, mulai dari mungkin ada kecelakaan, dirampok orang, atau pun mungkin jalan-jalan sama teman wanita lain! Hahaha, serem ya! Tapi itulah bakat seorang perempuan, yang mungkin karena kesempatan dan literasi yang kurang, tidak banyak dituangkan dalam bentuk tulisan.

Jadi sebenarnya sebagai perempuan, kita akan selalu punya ide untuk menulis. Mulai dari kucing tetangga yang sering mencuri ikan, atau kenapa remaja sekarang pakai kaos buntung sehingga pusarnya kelihatan. Dan kalau ternyata segala hal yang berseliweran di otak kita itu masih kurang, harus bagaimana?

Buka mata, buka telinga

Seorang sepupu saya, berinisial RN, percaya kalau menonton drama Korea bisa membangkitkan jutaan ide untuk proyek menulisnya. Menonton, mendengarkan podcast, mengobrol dengan orang lain, membaca buku atau majalah adalah cara-cara lain untuk membangun persediaan ide di dalam sungai pikiran kita.

Saya paling sering ingin menulis setelah baca Alkitab. Kebenaran dan pelajaran yang saya dapat dalam bacaan saya ingin rasanya saya abadikan, sehingga di kemudian hari bisa dibaca kembali. Atau di waktu saya membaca buku-buku yang menginspirasi, satu paragraf atau bahkan satu kalimat saja di buku tersebut yang sangat mengena di hati, akan bisa dikembangkan menjadi satu tulisan pendek setelah saya renungkan apa pelajarannya untuk diri saya pribadi.

Itulah mengapa ada quote: Writing comes from reading, and reading is the finest teacher of how to write ~ Annie Proulx. Menulis berasal dari membaca, dan membaca adalah guru yang terbaik untuk dapat menulis, itu kira-kira terjemahan bahasa Indonesianya.

Ide yang kita dapatkan dari membaca buku atau mengamati kehidupan tidak selalu langsung bisa dituangkan di dalam bentuk tulisan. Tapi yakinlah, kalau otak kita akan menyimpan segala kepingan informasi ini dan di kemudian hari ide-ide ini akan berguna untuk kehidupan kita.

Cek dan ricek

Kepingan ide yang kita dapat dari aliran pemikiran kita, maupun dari sumber di luar diri kita seperti dari buku, webinar, berita, mengamati orang, gosip, dan lain-lain hanyalah sebentuk konsep yang belum lengkap detailnya.

Tidak perlu terlalu kuatir kalau ada ide yang kita pikir menarik, tapi belum terlalu kita kuasai. Menulis tentang sesuatu yang ‘baru’ juga bisa menjadi ajang untuk kita mempelajari sesuatu. Asalkan kita rajin mencari informasi tambahan untuk mengembangkan ide ini, kita bisa menghasilkan tulisan yang baik dan secara bersamaan mendapatkan ilmu baru.

Sungguh sangat beruntung karena kita sekarang hidup di jaman teknologi, di mana banyak buku referensi bisa diakses dengan mudah di internet. Di jaman ayah saya dulu, beliau punya banyak buku tafsiran dan konkordansi Alkitab. Tapi di saat ini, setiap saya berhadapan dengan ayat yang ingin saya gali lebih lanjut, saya tinggal cari ayat atau kata kuncinya di search engine untuk dipelajari selanjutnya.

Tapi ingat lho, tidak semua informasi yang kita dapat di internet atau di buku itu benar! Kita harus rajin cek, cek dan re-check (karena sesungguhnya, ricek itu bukanlah kata baku, bukankah begitu? :D) apakah informasi yang kita dapat itu benar adanya. Jangan sampai kita menyampaikan informasi yang salah di dalam karya tulisan kita. Bukan saja kita akan mempersulit diri sendiri, tapi juga bisa-bisa lewat tulisan kita membuat orang lain tersesat lewat informasi yang salah.

Dan jangan lupa, the internet never forgets. Jadi kita semua harus selalu bijak di dalam menulis, karena jejak digital itu terkadang kejam, kawan.

Penutup

Demikianlah tulisan saya dengan topik mencari kepingan ide untuk menulis. Sama seperti pesan di atas, jangan terlalu gampang percaya juga untuk dalam membaca tulisan saya ini, karena saya hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa, yang setiap kuliah bahasa Indonesia tidak pernah mendapat nilai A. (Kalau gak salah ingat malah harus mengulang ujiannya hahha).

Jangan takut kesulitan mencari ide, karena ide itu sudah ada di pikiran kita dan menunggu kita untuk mendulangnya. Kepingan ide ini sudah siap untuk kita dulang, dan dituliskan dalam ribuan kata. Selamat mendulang ide, dan selamat menulis!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *